04 March, 2009

Seperti apa Presiden Kita di 2009?


Menyoal dinamika bursa calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang mulai menghangat belakangan, dapat dilihat sebagai dinamika politik yang wajar dan sehat. Dimana ada sekelompok orang yang ingin menunjukkan kemampuan leadership dan kenegarawanannya sekaligus. Leadership menjadi penting karena dia akan menjadi tokoh anutan bagi kurang lebih 210 jutaan rakyat Indonesia dengan berbagai profesi dan tingkat pendidikan yang harus digerakkan untuk mencapai tujuan dasar bernegara atau berpolitik, mencapai kesejahteraan. Sikap kenegarawanan semakin mutlak diperlukan dan harus menonjol, karena dia akan menjadi representasi dari keberpihakan dirinya kepada warga negaranya sendiri dipertarungan dan dinamika kehidupan dunia yang semakin mengglobal. Seorang negarawan seharusnya menjadi ikon dan kebanggaan yang mengakar kuat (tidak hanya simbol yang cenderung menjadi boneka negara lain) bagi bangsanya sendiri.

Polarisasi kandidat saat ini menjadi blok S, blok M dan blok J, dalam pemahaman saya masih merupakan representasi kuat dari kalangan nasionalis sementara mereka yang berhaluan religius, masih menjadi kelas dua, atau pendamping. Popularitas dari HNW, sampai saat ini 'hanya' menempati rangking kedua, baru sebatas sebagai pendamping dari kandidat calon Presiden. Sebagai negara yang multi etnis dan memiliki penduduk dengan lima agama resmi yang diakui, figur nasionalis memang relative lebih dapat diterima. Karena figur religius, khususnya yang Muslim, masih dianggap belum waktunya untuk memimpin. Islam phobia atas pemahaman dan kemapuan Islam sebagai Sistem Pemerintahan yang pernah mendulang sukses belum menjadi pengetahuan dan kerinduan mayoritas penduduk Indonesia. Perlu waktu lebih panjang lagi tampaknya agar konstituen menjadi yakin. Disinilah tantangan para aktivis politik Islam untuk membuktikan bahwa kitab - kitab politik dan kegemilangan sejarah Islam juga dapat diterapkan disebuah negara yang mayoritas penduduknya Muslim.

Dengan demikian, nampaknya, faktor penentu yang harus dilakukan oleh kandidat dari tiga blok tadi adalah bagaimana bisa mengikat hati para pemilih laten Islam yang masih mau menggunakan hak pilihnya, dengan menjanjikan kualitas pemerintahan yang lebih mendekati kepada kerinduan atas penerapan syariat Islam, konsistensi atas penerapan UU Anti Pornografi dan Porno Aksi, penguatan dan komitmen kepada pemberantasan korupsi serta kemampuan untuk melindungi kepentingan para TKW adalah contoh - contoh sederhana yang dapat dijadikan simbol keberpihakan pada syariat Islam. Selanjutnya, kebijakan yang lebih berani terhadap hegemoni Amerika dan sekutunya dalam penguasaan asset-asset bangsa. Disamping itu mereka harus secara jelas dan tegas menunjukkan keberpihakan yang lebih besar kepada komitmen untuk mempersempit kesenjangan antara mereka yang aghniya dengan mereka yang dhuafa, antara mereka yang jelita dengan yang jelata.

Kombinasi Jawa dan Non Jawa, meskipun ini kajian lawas, realitasnya adalah sebuah keniscayaan yang masih digunakan oleh para pemerhati dan analis politik Indonesia dalam mengkaji kandidat pasangan yang diyakini masih layak jual, setidaknya menunjukkan sikap akomodatifnya terhadap luasnya Indonesia. Sehingga, kita sudah bisa menduga, kira- kira siapa akan menggandeng siapa?. Pada akhirnya, kita memang harus berani menggunakan hak pilih kita untuk menjaga nasib masa depan bangsa ini dari pada yang mana (jika tidak menggunakan hak pilih) akan dipimpin oleh mereka yang sama sekali tidak kredibel dan diragukan kesungguhannya untuk menjadi representasi dari Negara besar bernama Indonesia. Wallahu'alam bisshawab.

2 comments:

Pahrian Siregar said...

bung, kenapa harus sulit-sulit memilih presiden buat negeri ini. sebenarnya jika tukul ataulah olga mengajukan diri menjadi presiden, pasti aku akan memilih mereka. pertimbanganku sederhana saja, presiden yang akan kupilih adalah yang paling lucu dan mampu menghibur rakyatnya. jujur sajalah, yang terlampau serius terkadang malah berpotensi menyengsarakan rakyat dan tak pernah membuat rakyatnya terhibur. beberapa presiden terakhir negeri ini tampaknya tak pernah mempertimbangkan pentingnya menghibur hati dan jiwa masyarakat. tekanan-tekanan pada sendi kehidupan dan kemandirian rakyat selalu dilontarkan. dagelan-dagelan tak lucu selalu diselipkan dalam kebijakan publik yang dihasilkan. nah tepatkan saranku, sekarang presiden haruslah yang lucu dan betul-betul mampu menghibur rakyatnya. sudah letih rakyat ini sama pemimpin yang terlampau serius. mari kita tinggalkan dulu faktor kapasitas, kapabilitas, legimitasi dan bahasa-bahasa jorok lainnya yang sering digunakan oleh para elit kekuasaan ataupun yang mengaku ahli politik dalam menentukan siapa yang paling tepat memimpin negeri ini. ingat sebuah legenda tentang abu nawas yang menjadi sultan selama 1001 malamkan.. nah, mungkin kita perlu presiden yang beginian agar rakyat kita lebih fresh.... jadi pilihlah dedi miswar, jika betul ada partai yang berani mengajukannya menjadi calon presiden.... hehehehe... akur pak???

Unknown said...

ini yang disebut pakar dengan istilah "breakthrough". tapi apa iya sebegitunya? bukankah memilih dan memiliki pemimpin yang baik sebagai bagian dari hak kita sebagai warga negara? kalo Bung Pahrian, merasa yang paling ideal adalah Jendral Nagabonar, untuk menjadi pemimpin anda dimasa depan, yuuuk mareee.

Change Management

Adalah dua kata   sakti yang selalu digulirkan bersamaan dengan   momentum momentum berikut : merger, akuisisi, perubahan Bord of ...