17 November, 2014

Jujur Mata Uang Paling Bernilai di Dunia

Tulisan ini, terinspirasi dari  tiga kejadian, yang saya dan keluarga  alami di tiga  tempat yang berbeda. Pertama, pengalaman istri yang ketinggalan dompet ketika nonton di XXI  Summarecon Mall Bekasi (SMB). Kedua, saya "kehilangan" kacamata ketika mengambil air wudhu dan mau Sholat, tentu saja di Musholla pacific Place, kawasan SCBD. Ketiga, Tasya, putri  saya ketinggalan I Pad di Counter Bakmi GM Margo City, Depok.

Dari tiga  kejadian tersebut, saya memiliki keyakinan dan rasa percaya yang sangat tinggi, sejatinya masing - masing kita, manusia Indonesia
memiliki sifat jujur. Sebagaimana yang sering dibanggakan oleh teman - teman saya yang pernah tinggal, atau rekreasi di Negara Sakura, Jepang. Mereka bercerita bahwa, seringkali melihat banyak barang - barang tertinggal di stasiun shinkansen, yang tidak diambil oleh mereka yang lalu lalang, karena sadar bahwa itu bukan barang miliknya. Sehingga dibiarkan berada ditempatnya untuk kemudian diamankan oleh petugas yang sedang bekerja.

Secara spontan, sebagai reward yang kami berikan atas jujurnya management, security dan pengunjung di tiga kawasan area publik tersebut adalah kerelaan saya untuk mempublikasikan kejadian tersebut di akun media sosial yang saya miliki. Semoga, ucapan terimakasih dan pujian yang saya berikan, menjadi endorsement kepada  management untuk meyakinkan follower dan rekan - rekan media sosial saya untuk tergoda berkunjung ke SMB atau Margo City serta Pacific Place. Karena terceritakan bahwa managementnya bagus, memberikan rasa aman kepada pengunjung.

Berani Jujur Hebat ! adalah pesan moral yang didengungkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memotivasi kita warga negara Indonesia, mengaktualisasikan kualitas diri, karena sifat jujur yang tereduksi, pada gilirannya akan menjadi bencana bagi Negara, yang diawali oleh musibah secara personal, jika kita terbiasa melakukan tindakan yang tidak jujur. nyontek disekolah,  ngakali absen atau kehadiran bagi mereka yang sudah bekerja, akan terus meningkat kepada bentuk - bentuk tindakan tidak jujur yang skala dan resikonya akan menggapai ke ruang - ruang yang berdampak finansial. mark up nilai benda yang dibelanjakan untuk keperluan kantor, hingga menyembunyikan angka pajak pada akhirnya menjadi bentuk perilaku tidak jujur yang membuat perusahaan dimana kita bekerja kehilangan potensi pendapatan atau merugikan uang pajak rakyat pada skala Negara. Karena itulah, Direktorat Pencegahan KPK melakukan kampanye publik, untuk memulai sifat - sifat dan perilaku jujur dengan membentu "warung kejujuran" di sekolah - sekolah. Harapannya, pada masa yang akan datang, anak - anak yang akrab dengan program KPK saat ini, akan lebih bersih dimasa mereka menjadi pemimpin Negeri atau sebagai pekerja profesional di berbagai industri pada saatnya kelak.

11 July, 2014

Pilpres 2014: Kontroversi Quick Count

Oleh : Ibnu Agung Mulyanto

Kemarin tanggal 9 Juli 2014 menjadi tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia. Pemilihan Presiden yang dilakukan secara langsung dalam skala terbesar ketiga di dunia, berhasil dilakukan secara lancar dan aman. Saya dan istri pun berpartisipasi dengan memilih calon presiden pilihan kami di TPS 032 Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Alhamdulillah.
Selepas dhuhur, media massa, baik televisi ataupun social media, mulai gencar memberitakan hasil “quick count“. Yang sampai pada akhirnya kubu Jokowi-JK mendeklarasikan “kemenangan” mereka setelah mendapatkan hasil “quick count“, diantaranya dari LSI, Cyrus Network, RRI, dan Litbang Kompas yang menyatakan Jokowi-JK meraih suara 52-53%, lebih tinggi 6-7% dari kubu Prabowo-Hatta Rajasa yang berkisar antara 46-47%.

Menariknya, selang satu jam kemudian, kubu Prabowo-Hatta gantian mendeklarasikan “kemenangan” mereka, karena berdasarkan hasil “quick count” dari lembaga-lembaga survey yang mereka “percaya”, ternyata menunjukkan hasil yang berbeda. Berdasarkan lembaga survey Puskaptis, LSN dan IRC, Prabowo-Hatta meraih suara 51-52%, dibanding Jokowi-JK yang 48-49%.

Masyarakat Indonesia pun bingung. Mana yang benar? Apakah mungkin perhitungan Quick Count berbeda? Karena sepanjang sejarah Pemilu langsung, metode penghitungan quick count selalu menghadirkan prediksi yang akurat dari hasil penghitungan formal oleh KPU. Kalaupun ada perbedaan, data historis menunjukkan perbedaan tersebut tak sampai 1%.
Saya menulis ini tidak untuk mengomentari perilaku dari dua kubu yang saling “deklarasi kemenangan”. Hal tersebut adalah move politik, dan dalam kerangka politik tentu saja sah-sah saja hal tersebut dilakukan. Kendati kalau kita melihat dari kacamata kebangsaan dan kenegarawanan, menurut hemat saya, tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak bijak. Karena dapat menyulut keresahan di tataran masyarakat bawah yang dikuatirkan dapat menghasilkan konflik horisontal.

Yang ingin saya bahas di sini adalah mengenai metodologi “quick count” itu sendiri. Pagi hari ini, beruntung saya sempat menyaksikan “Indonesia Morning Show” di Net.TV yang mengusung narasumber Bapak Prof. Hamdi Muluk, Ketua Dewan Etik Persepi (Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia). Dalam acara ini, Pak Hamdi Muluk, yang merupakan ahli psikologi politik dari Universitas Indonesia, menjelaskan dengan sangat runut mengenai metodologi quick count. Berikut beberapa poin-poin yang ingin saya share, karena hal ini merupakan pengetahuan baru juga buat saya yang saya rasa perlu untuk dipahami oleh kita semua:

  1. Quick count merupakan metode penghitungan statistik dengan pengambilan stratified sampling dari hasil pemilu. Quick count mengambil sampel data hasil pencoblosan. Basis data quick count adalah fakta hasil coblosan. Jadi quick count berbeda dengan survei persepsi/jajak pendapat yang mengambil data berupa opini dari pemilih atau calon pemilih.  Quick count juga bukan exit poll, yang menanyakan pemilih setelah mereka melakukan pencoblosan. Exit poll masih rawan bias, karena bisa jadi, si pemilih mencoblos calon A, namun dalam exit poll somehow memilih calon B.
  2. Dari sejarahnya, quick count ternyata dibuat untuk mengantisipasi “kecurangan pemilu”. Quick count diperkenalkan pada negara-negara yang waktu itu ditengarai komisi pemilihan umum nya tidak independen dan rawan intervensi. Sehingga dengan melakukan quick count pihak yang berkepentingan dapat memprediksi hasil pemilu sebelum penghitungan formal selesai dilakukan. Jadi justru di negara-negara tersebut, hasil quick count lebih dipercaya daripada hasil formal penghitungan pemilu.
  3. Quick count dilakukan dengan metode stratified sampling, yakni memilih sampel TPS-TPS di seluruh daerah pemilihan secara random, dengan menggunakan kaidah ilmu statistik yang dapat dipertanggung jawabkan. Menurut Bapak Hamdi, umumnya lembaga survey yang kredibel akan memilih sedikitnya 2000 random TPS sebagai sampel. Nah di 2000 TPS ini lah, lembaga survey memiliki representasinya yang duduk di TPS, mengobservasi hasil rekapitulasi suara secara langsung, dan mengirimkan hasil rekap suara tersebut ke data center lembaga, umumnya melalui layanan SMS.
  4. Metode stratified sampling untuk quick count ini umumnya standar. Apabila lembaga-lembaga survey mengikuti kaidah-kaidah keilmuan statistik yang benar, maka hasil quick count umumnya sama, plus minus 1 %. Ini yang jamak kita lihat dalam Pemilu-pemilu selama ini di Indonesia.
  5. Dengan metode ini, diandaikan oleh Bapak Hamdi, seperti layaknya kita memasak. Untuk mengetahui rasa soto ayam yang kita masak dalam panci besar, kita tidak perlu memakan seluruh panci besar soto. Yang kita perlukan hanya mengambil sampel soto dalam sendok makan, dan mencicipinya. Kira-kira quick count mirip seperti itu.
Nah kemudian pertanyaannya, mengapa bisa ada lembaga survei yang menghasilkan quick count yang berbeda?

Menurut  narasumber, hal ini dapat terjadi apabila lembaga survei dalam melakukan metode sampling nya, tidak mengikuti metoda random sampling standar yang dianjurkan dalam ilmu statistik. Misalnya, lembaga survei tersebut mengambil sampling TPS-TPS dimana mereka merasa merupakan TPS yang menjadi “kantong suara” kandidat/partai tertentu, sehingga hasil nya pun pasti akan menguntungkan bagi kandidat/partai tersebut. Hal ini pernah terjadi di Pilkada Sumatera Selatan. Lembaga survey-nya adalah (ahem) Puskaptis. Quick count dari lembaga ini terbukti kemudian jauh berbeda dengan hasil dari KPUD Sumsel. Hal inilah yang saat ini sedang akan di-audit oleh Dewan Etik Persepi untuk memastikan bahwa lembaga-lembaga quick count tidak melakukan hal tersebut.

Nah, belajar dari penjelasan mengenai quick count pagi ini, saya menjadi semakin percaya bahwa hasil quick count dari lembaga-lembaga yang kredibel, netral dan selama ini sudah terbukti mampu melakukan prediksi hasil pemilu dengan akurasi yang baik, adalah akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Hasil quick count dari LSI, Cyrus Network, Litbang Kompas dan RRI, yang memenangkan Jokowi-JK, saya rasa benar dan hanya butuh formalitas dari KPU untuk memastikan bahwa “rasa soto satu panci” sama dengan rasa soto “satu sendok” yang baru saja kita cicipi.

Sementara itu, mungkin memang ada baiknya para elit, seperti himbauan Bapak Presiden SBY, untuk menahan diri, dan menunggu hasil formal dari KPU. Karena bagaimanapun, hasil tersebut yang secara hukum dapat digunakan untuk memilih Presiden Republik Indonesia 2014-2019.
Apapun hasilnya, ini adalah pembelajaran politik yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. Apabila kita berhasil melaluinya dengan tertib, jujur dan aman, Insha Allah bangsa Indonesia telah menjadi bangsa yang besar dan layak disandingkan dengan bangsa-bangsa besar lain di dunia ini. Aamin.

Sumber dan Tulisan Asli terdapat di : http://ibenimages.com/2014/07/10/pilpres-2014-kontroversi-quick-count/

08 July, 2014

Surat Terbuka Pabowo Subianto, 8 Juli 2014

Sahabat sahabatku dimanapun engkau berada,
Assalamualaikum Wr. Wb.

Bagi saudara-saudara sahabat-sahabatku yang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, saya ucapkan selamat melaksanakan ibadah puasa. Semoga dapat ditunaikan dengan sempurna dan amal ibadah anda diterima oleh Allah SWT.

Sahabatku sekalian, kurang lebih delapan belas jam lagi yaitu mulai jam 07.00 besok pagi tanggal 9 Juli 2014, seluruh bangsa kita akan melaksanakan pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk lima tahun kedepan, 2014 sampai 2019.
Kita patut bersyukur dan bangga bahwa negara kita adalah negara demokrasi ketiga terbesar di dunia. Kita sadar masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan demokrasi kita. Pasti kita semua ada yang tidak puas terhadap penyelenggaraan demokrasi kita sampai sekarang.

Kitapun menyadari dan mewaspadai ancaman-ancaman terhadap demokrasi berupa upaya membohongi rakyat dan membeli suara secara besar-besaran.
Namun, sebagaimana saya berkali-kali katakan selama ini, saya yakin rakyat Indonesia sudah lebih pintar daripada yang diperkirakan oleh segelintir orang. Dan rakyat Indonesia punya hati nurani dan kesadaran mana yang terbaik untuk masa depan mereka.

Saya ingin ucapkan terima kasih kepada para sahabatku sekalian yang sampai sekarang sudah berjumlah 7.800.000 orang lebih. Angka yang bagi saya sungguh sangat mengagetkan. Konon ada yang memberitahu kepada saya bahwa ini berarti sebagai seorang pemimpin politik, saya memiliki pengikut keempat terbanyak di dunia. Ini sungguh suatu kehormatan besar.
Saudara-saudara sekalian, sebagaimana pasti kalian sudah mengetahui sudah cukup lama saya menjadi sasaran upaya menghancurkan reputasi saya dan nama baik saya melalui suatu kampanye yang lama, terencana, terpadu. Saya digambarkan sebagai seorang yang ingin menjadi diktator, yang anti demokrasi, pelanggar HAM yang kejam dan sebagainya.

Dan mereka melalui upaya penghancuran nama baik saya dan karakter saya (character assasination) menginginkan bahwa saya tidak bisa menjadi sebuah faktor dalam kehidupan politik Indonesia.
Pertanyaannya adalah kenapa mereka begitu benci dan takut kepada peranan saya dalam politik Indonesia? Apa yang sebenarnya saya perjuangkan?
Sama sekali tidak benar bahwa saya anti demokrasi. Sayalah yang pernah membuktikan diri menegakkan demokrasi dengan tidak melakukan pengambilalihan kekuasaan secara tidak demokratis pada Mei 1998 padahal saya waktu itu mengendalikan 33 batalion tempur Angkatan Darat, dan mungkin waktu itu puluhan batalion lain yang juga masih di bawah pengaruh saya. Kenyataannya, sejarah mencatat saya tunduk pada konstitusi.

Saya sudah terjun di politik lebih 10 tahun. Saya sudah mengunjungi ratusan kabupaten dan hampir semua provinsi sudah saya datangi dalam tahun-tahun ini. Kadang-kadang satu hari saya memberi tiga, empat pidato karena saya dari kecil percaya pada demokrasi. Keluarga saya turun temurun adalah pejuang-pejuang yang membela negara, bangsa dan rakyat Indonesia. Itu nilai-nilai yang tertanam di benak dan hati sanubari saya. Kepentingan bangsa saya, kepentingan rakyat saya di atas kepentingan keluarga atau pribadi. Itu yang telah saya jalankan, dan mungkin karena itulah kesetiaan ribuan anak buah saya selama puluhan tahun terus bertahan. Kalau saya digambarkan sebagai pribadi yang kejam, saya rasa tidak mungkin ada prajurit yang setia kepada saya selama puluhan tahun. Tanyalah kepada mereka, setelah 16 tahun, 18 tahun pensiun, mereka sekarang bangkit ada dimana-mana, di kabupaten-kabupaten, merekalah sekarang salah satu ujung tombak kampanye pemenangan saya.

Saudara-saudara sekalian, saya bersyukur dan merasa terharu serta sangat terhormat dengan diberi kepercayaan oleh sebuah koalisi partai-partai besar dan bersejarah di Indonesia yaitu Koalisi Merah Putih (Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang dan sekarang ditambah dukungan resmi dari Partai Demokrat). Kalau dari segi jumlah kursi di DPR RI yang baru terpilih tahun 2014 ini, berarti koalisi kami sekarang ini menguasai hampir 2/3 kekuatan di DPR RI.
Dengan saya menjadi calon daripada koalisi yang kuat ini, sungguh menjadi sebuah amanah yang saya emban dengan penuh rasa tanggung jawab dan dengan penuh tekad untuk berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara dan rakyat saya.

Apa yang kita perjuangkan?
Yang kita perjuangkan adalah Indonesia yang benar-benar berdaulat, Indonesia yang benar-benar mampu berdiri di atas kaki kita sendiri. Indonesia yang bisa melindungi segenap warga negaranya dan tanah tumpah darahnya. Indonesia yang bisa memberi makan dan kehidupan yang layak bagi seluruh warga negaranya. Indonesia yang tidak dieksploitasi oleh bangsa lain. Indonesia yang damai, yang rukun, yang aman, yang adil, dan yang sejahtera.

Itu yang kita perjuangkan. Apakah itu salah? Kenapa ada yang takut dengan Indonesia yang berdaulat, yang berdiri di atas kaki sendiri? Indonesia yang dihormati dan punya martabat? Kenapa Indonesia tidak boleh bermartabat? Kenapa Indonesia rakyatnya tidak boleh sejahtera?
Para sahabatku sekalian, mungkin itulah sebabnya walaupun ada kekuatan-kekuatan yang besar yang ingin menghancurkan saya, terutama nama baik saya, tetapi ternyata rakyat Indonesia memiliki firasat tersendiri. Rakyat Indonesia bisa mengerti bahwa saya hanya salah seorang yang ingin membela kepentingan bangsa Indonesia dan kepentingan rakyat Indonesia. Dan karena itu kekuatan kita terus bertambah dan menguat.

Nyatanya sekarang para sahabatku di halaman Facebook ini sudah hampir delapan juta. Angka yang cukup mengagetkan untuk saya. Pernyataan dukungan yang cukup menjadi sebuah fenomena.
Juga ternyata sampai dengan hari ini, 16 lembaga survei telah menyampaikan hasil temuan mereka bahwa Koalisi Merah Putih, terutama Prabowo-Hatta sekarang sudah unggul cukup signifikan di atas pasangan yang lain. Tentunya tidak sedikit ini adalah hasil kerja keras para pendukung saya dan Koalisi Merah Putih, para relawan Prabowo-Hatta, para kader-kader partai mitra Koalisi Merah Putih, juga diantaranya peranan saudara-saudara sekalian, sahabat-sahabatku saya yakin tidak sedikit.
Saya ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan anda dan saya mohon kita semua tidak lengah di saat-saat terakhir menjelang pencoblosan. Janganlah kita euforia, janganlah kita bertindak santai atau malas-malasan. Datanglah berbondong-bondong ke TPS. Gunakan hak suara anda. Ini kesempatan emas bagi bangsa Indonesia.

Marilah kita bangun sebuah pemerintahan yang bersih, yang kuat, yang akan mampu membawa Indonesia ke cita-cita kita: Kemerdekaan sejati, harga diri sejati, martabat sejati, kemakmuran sejati.
Marilah kita mewujudkan cita-cita nenek moyang kita. Indonesia yang gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto rahardjo. Indonesia yang berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa lain. Indonesia dimana wong cilik iso gumuyu. Indonesia dimana ibu-ibu senyum setiap pagi melihat anak-anak mereka yang sehat, yang tertawa dan berangkat ke sekolah dengan langkah penuh semangat. Penuh optimisme menghadapi masa depan.
Indonesia dimana setiap laki-laki, setiap malam tidur tenang karena merasa aman untuk hari-hari, minggu-minggu bahkan bulan dan tahun-tahun kedepan.
Khusus untuk saudara-saudaraku pada sahabat yang ada di halaman ini, saya minta di jam-jam terakhir ini saudara bergerak untuk menghubungi saudara-saudaramu, kawan-kawanmu dan sahabat-sahabatmu.

Saya kira kekuatan kita besok di TPS akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa bagi Republik Indonesia. Katakanlah saudara bisa mempengaruhi 10 orang saja dalam jam-jam terakhir ini, berarti besok saudara bisa menambah lebih daripada 70 juta suara. Ingat: Setiap suara menentukan.
Terima kasih sekali lagi, sahabat-sahabatku dimanapun engkau berada. Marilah kita berbuat yang terbaik untuk bangsa kita. Saya mohon bantuanmu untuk Indonesia yang kita cintai.
Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?

Salam hormat saya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.
Merdeka!

Sahabatmu,
Prabowo Subianto

Sumber Asli : https://www.facebook.com/PrabowoSubianto/posts/10152177593031179

26 June, 2014

Khilafah dan Demokrasi



Oleh: Adian Husaini
 
 Sebenarnya, masalah demokrasi bisa dibicarakan dengan lebih ilmiah. Istilah “demokrasi” tidak tepat didikotomikan dengan istilah “khilafah”. Tetapi, lebih tepat, jika “demokrasi” versus “teokrasi”. Sistem khilafah beda dengan keduanya. Sebagian unsur dalam sistem khilafah ada unsur demokrasi (kekuasaan di tangan rakyat) dan sebagian lain ada unsur teokrasi (kedaulatan hukum di tangan Tuhan). Membenturkan demokrasi dengan khilafah, menurut saya, tidak tepat.
Sistem demokrasi ada yang bisa dimanfaatkan

untuk dakwah, Karena adanya kebebasan berpendapat. Maka, Hizbut Tahrir justru berkembang ke negara-negara yang menganut sistem demokrasi, seperti di Indonesia. Di AS, Inggris, dsb, HT lebih bebas bergerak dibanding dengan di Arab Saudi. Karena itu, demokrasi memang harus dinikmati, selama tidak bertentangan dengan Islam. Itulah yang dilakukan oleh berbagai gerakan Islam, dengan caranya masing2. ada yang masuk sistem politik, ada yang di luar sistem politik,tetapi masuk sistem pendidikan, dll.  Tapi, mereka tetap hidup dan menikmati sistem demokrasi. saat HTI menjadi Ormas, itu juga sedang memanfaatkan sistem demokrasi, karena sistem keormasan di Indonesia memang “demokratis”.

Karena itu, menolak semua unsur dalam demokrasi juga tidak tepat. Karena demokrasi adalah istilah asing yang harus dikaji secara kritis. Para ulama kita sudah banyak melakukan kajian terhadap demokrasi, mereka beda-beda pendapat dalam soal menyikapinya. tapi, semuanya menolak aspek “kedaulatan hukum” diserahkan kepada rakyat, sebab kedaulatan hukum merupakan wilayah Tuhan. kajian yang cukup bagus dilakukan oleh Prof Hasbi ash-Shiddiqy dalam buku Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam.

Inilah yang kita sebut sebagai proses Islamisasi: menilai segala sesuatu istilah  “asing” dengan parameter Islam. Contoh kajian yang bagus dilakukan oleh Ibn Taymiyah dalam menilai istilah-istilah dalam sufi, yang asing dalam Islam, seperti “kasyaf”, “fana”, dan sebagainya. al-Ghazali juga contoh yang baik saat menilai istilah dan faham “falsafah”. ada yang diterimanya, tetapi juga ada yang ditolaknya.

Jadi, menurut saya, kenajisan istilah “demokrasi”  bukan “lidzatihi”, tetapi “lighairihi”, karena masih bisa “disamak”. Saat ini pun kita telah menggunakan berbagai istilah asing yang sudah diislamkan maknanya, seperti “agama”, “dosa”, “sorga”, “neraka”, “pahala”, dll.
Masalah khilafah juga perlu didudukkan pada tempatnya. Khilafah adalah sistem politik Islam yang unik dan khas. Tentu, agama dan ideologi apa pun, memerlukan dukungan sistem politik untuk eksis atau berkembang. Tetapi, nasib dan eksistensi umat Islam tidak semata-mata bergantung pada khilafah. Kita dijajah Belanda selama ratusan tahun, Islam tetap eksis, dan bahkan, jarang sekali ditemukan kasus pemurtadan umat Islam. Dalam sejarah, khilafah juga pernah menjadi masalah bahkan sumber kerusakan umat, ketika sang khalifah zalim. Dalam sistem khilafah, penguasa/khalifah memiliki otoritas yang sangat besar. Sistem semacam ini memiliki keuntungan: cepat baik jika khalifahnya baik, dan cepat rusak jika khalifahnya rusak. Ini berbeda dengan sistem demokrasi yang membagi-bagi kekuasaan secara luas.

Jadi, ungkapan “masalah umat akan beres jika khilafah berdiri”, juga tidak selalu tepat. Yang lebih penting, menyiapkan orang-orang yang akan memimpin umat Islam. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Entah mengapa Rasulullah saw — setahu saya — tidak banyak (hampir tidak pernah?) mengajak umat Islam untuk mendirikan negara Islam. meskipun negara pasti suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan umat Islam, sebab berbagai aspek hukum dan kehidupan umat terkait dengan negara.

Tapi, saya tidak ketemu hadits: “Mari kita dirikan negara, agar kita jaya!”  Tentu, bukan berarti negara tidak penting.
Terakhir, soal “cara mendirikan khilafah”. Saya sering terima SMS, bahwa khilafah adalah solusi persoalan umat. beberapa kali acara, saya ditanya, mengapa saya tidak membicarakan khilafah sebagai solusi umat! Saya pernah sampaikan kepada pimpinan HTI, tahun 2010 lalu, tentang masalah ini.

Menurut saya, semangat mendirikan khilafah perlu dihargai. itu baik. tetapi, perlu didudukkan pada tempatnya juga. itu yang namanya adil. Jangan sampai, ada pemahaman, bahwa orang-orang yang rajin melafalkan kata khilafah dan rajin berdemo untuk menuntut khilafah merasa lebih baik daripada para dai kita yang berjuang di pelosok membentengi aqidah umat, meskipun mereka tidak pernah berdemo menuntut khilafah, atau bergabung dengan suatu kelompok yang menyatakan ingin mendirikan khilafah.

“Mendirikan khilafah” itu juga suatu diskusi tersendiri. Bagaimana caranya? AD Muhammadiyah menyatakan ingin mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya! Persis juga punya tujuan serupa. DDII juga sama. Mars MTQ ada ungkapan “Baldatun Thayyitabun wa Rabbun Ghafur”. Apa itu tidak identik dengan “khilafah”. AD/ART PKS juga ingin memenangkan Islam.
Walhasil, menurut saya, dimensi perjuangan Islam itu sangat luas. semua kita yang ingin tegaknya Islam, perlu bekerjasama dan saling menghormati. Saya sebenarnya enggan menulis semacam ini, Karena saya sudah menyampaikan secara internal. tetapi, karena diskusi masalah semacam ini sudah terjadi berulang kali.

Masalah umat ini terlalu besar untuk hanya ditangani atau diatasi sendirian oleh PKS, HTI, NU, Muhammadiyah, INsists, dll. Kewajiban diantara kita adalah melakukan taushiyah, bukan saling mencerca dan saling membenci. Saya merasa dan mengakui, kadang terlalu sulit untuk berjuang benar-benar ikhlas karena Allah. Bukan berjuang untuk kelompok, tapi untuk kemenangan Islam dan ikhlas karena Allah. Wallahu a’lam bish-shawab. (adian husaini).

*diulas di milis INSIST 17 November 2011
Sumber Asli : http://www.al-intima.com/harakatuna/khilafah-dan-demokrasi


12 June, 2014

DKP : Dibalik Kepentingan Prajurit



Fenomena  tersebarnya surat dengan sifat RAHASIA di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI),  Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)  waktu  surat itu dikeluarkan, dimata saya selaku warga  Sipil, adalah  bencana bagi institusi tersebut, sekaligus buat kita sebagai pemilik TNI.  TNI adalah alat  keamanan tertinggi dari sebuah Negara yang maha luas dan maha kaya, baik dari sisi sumber daya alam maupun jumlah warga Negara yang harus dilindunginya, bernama Indonesia.  Surat yang menjadi heboh ini adalah Surat  Keputusan Dewan Kehormatan Perwira yang memberhentikan dengan hormat, Bapak Letnan Jendral Prabowo Subianto, dari Dinas Kemiliteran.  Untuk pembanding,  sebagai professional di industry perbankan,  saya ingat dan terus menerus sampe sekarang ditanamkan kesadaran akan pentingnya RAHASIA Nasabah. Bahkan ada sessi khusus ketika saya menerima pendidikan bagaimana menjaga informasi, membuat amplop khusus untuk  PIN yang akan digunakan oleh pemegang Kartu  ATM,  hingga regulasi dan system yang ketat untuk mengganti setiap password yang kita miliki secara regular. 

Karena momentum meruaknya dokumen tersebut, pada masa kampanye sebuah kontestasi Pemilihan Presiden, ada semacam  permissiveness dari masyarakat, sehingga dianggap wajar, paling-paling juga buat kampanye?  Response  ini, yang justru saya khawatirkan sekaligus menyedihkan sekali. Perjalanan panjang bangsa ini, dinamika organisasi kemiliteran kita yang dinamis, pada usianya yang lebih banyak dari  setengah abad, tercederai oleh suatu kejadian yang … (tak kuasa saya mengatakannya). Seharusnya kita marah besar, karena kejadian ini menjadi bahan tertawaan para intelijen Negara lain yang memiliki perhatian dan kepentingan luar biasa kepada kita. Tak perlu bersusah payah,  untuk mendapatkan informasi berharga tentang Negara kita, dia akan keluar dengan sendirinya, seperti jamur dikala musim penghujan.

Dalam suatu kesempatan, ahli management modern  pernah bilang organisasi dan garis komando paling rapi didunia adalah Vatican dan Tentara, secara lebih spesifik dia bilang Angkatan Darat. Kejadian ini membuat saya meragukan pendapat tersebut. 

Jika  untuk dokumen yang sifatnya RAHASIA saja bisa dengan mudah tersebar apalagi bentuk – bentuk korespondensi  lain yang sifatnya Biasa, Perintah Harian, Umum dan lain – lain. Sementara kita semua sudah sepakat bahwa tugas utama dari TNI adalah menjaga keamanan dan keselamatan kita, warga Negara Indonesia. Jika untuk melindungi  dirinya saja, tidak bisa, sangat wajar jika kita menyangsikan postur organisasi, rantai komando dan person yang ada didalamnya.  Menjadi tugas berat Panglima TNI dan seluruh unsur pimpinan didalamnya untuk mengevalusi secara utuh menyeluruh kejadian ini.  Artinya, harus ditelusuri dengan cermat dan seksama siapa yang melakukan dan memberikan hukuman yang setimpal dengan derajat kesalahan yang diperbuatnya tentu dengan hukuman yang telah diatur ditubuh TNI. Sehingga, bagaimanapun hasil akhir dari kontestasi Pilpres 2014 ini, kejadian bocornya dokumen Negara yang bersifat RAHASIA, tidak akan terjadi lagi untuk kepentingan sesaat dan  kepentingan segelintir  Prajurit  yang terlibat dalam ekspektasi  hasil akhir kontestasi.   I love this country, indeed.

03 June, 2014

Akhir Ideal Pilpres 2014



Dinamika dan political game  pada  kontestasi  Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 – 2019, minggu ini semakin tinggi tensinya dan akan terus naik hingga hari pemilihan, 9 Juli yang akan datang.  Mulai dari negative campaign hingga black campaign,  memenuhi ruang - ruang baca kita melalui berbagai sumber  dan tersimpan dalam memori kita akhir – akhir ini untuk  (terpaksa) diketahui. Bagi mereka yang kurang tertarik pada politik akan relative mudah untuk tidak aware terhadap issue – issue yang berkembang dengan langsung mendelete ataun lebih ekstrem, tidak membacanya sama sekali.  Namun, bagi  mereka yang peduli, tentu maraknya informasi yang tendensius harus dibaca secara hati-hati untuk memastikan bahwa informasi yang diterima tidak sesat dan menyesatkan dengan harapan pilihan akhir  ketika masuk ke bilik suara, kandidat yang dipilih  menjadi pilihan terbaik yang dapat  membawa kita kepada masyarakat yang Adil, Makmur dan Sejahtera.

Kematangan berpolitik dan self control of awareness  atas  [seakan – akan]  terjadi  perbedaan -  perbedaan tajam antara dua kontenstan selama proses kontestasi ini, sayangnya masih berada dilevel elite. Sementara masa akar rumput, kadang  terbius dan  terbawa secara emosional kepada level yang  paling dalam. Kondisi inilah yang menjadi kekhawatiran saya, jika  black campaign menjadi tidak terkendali.  Dia berpotensi  menjadi pemicu terbelahnya masyarakat secara  luas, sementara kita sebagai bangsa,  sedang memerlukan semangat dan wujud Kesatuan dan Keutuhan sebagai Bangsa.

Dalam dialog imajiner dengan diri sendiri,  sekiranya  Pilpres ini berakhir dengan kemenangan significant, katakanlah selisih antara 10 -12 % untuk  pasangan Prabowo – Hatta, kehidupan politik, ekonomi dan sosial kita akan berada pada level paling ideal.   Selisih angka tersebut, menurut saya “aman” untuk menghindari potensi konflik dikalangan akar rumput  yang berpotensi mendelegitimasi hasil Pilpres jika selisih hasil akhirnya beda tipis.  

Mengapa Kita Memilih Siapa ? 

  • Bagi mereka yang selama ini ngefans  dan memberikan jempol  kepada leadership style-nya Pak Jokowi, beliau akan kembali menduduki kursi DKI-1, sehingga kita akan bersama-sama menikmati  hasil kerjanya  3,5 tahun kedepan.  Artinya, beliau akan tetap menjadi media darling, kita nggak akan mencari-cari sedang apa dia dan dimana dia?  Pesta perayaan akhir tahun, tetap akan dirayakan secara meriah di jalan – jalan ibukota. Beliau masih cocok dan pas untuk melakukan blusukan  menyelesaikan masalah dan menjawab  kebutuhan masyarakat DKI Jakarta.  Sejumlah program kerja dan janji – janji kampanyenya  akan kita saksikan satu per satu terlaksana dan akan kita nikmati. Sehingga, keberhasilan menata  Jakarta menjadi “Jakarta Baru” akan bernilai 10, karena semuanya direalisasikan yang selanjutnya akan menjadi  modal politik yang  sangat berharga, jika beliau maju dalam Pilpres di tahun 2019. Tidak ada yang kehilangan dan tidak ada yang dirugikan.
  • Sementara buat mereka yang sudah jauh – jauh hari mendukung Pak Prabowo untuk menjadi Presiden, akan memiliki “harapan baru” akan leadership yang berbeda dengan gaya kepemimpinan Pak Soesilo Bambang Yudhoyono,  Presiden kita yang telah bekerja keras selama 10 tahun belakangan ini. Hadirnya kepemimpinan gaya Prabowo, akan menjadi energy baru untuk menggerakkan kembali  semangat patriotisme  dan  level keberpihakan  kepada  Bangsa sendiri. Dengan persiapan dan keinginan untuk menjadi  Pemimpin Nasional sejak 10 (sepuluh) tahun lalu, katakanlah sejak berpasangan dengan Ibu Megawati, pada Pilpres sebelumnya, hal ini membuktikan bagaimana persiapan detail telah dilakukannya dengan sangat baik. Secara politik, hal ini terbukti dengan berhasilnya Partai Gerindra yang dipelopori pendiriannya oleh beliau, mampu meraih hasil yang significant pada Pemilihan Anggota Legislatif pada tahun ini. Secara politik, beliau telah berhasil menunjukkan kualitas kepemimpinannya apalagi jika dipadukan dengan sejumlah prestasinya ketika aktif di TNI. Karena kita tahu, pasti berbeda gayanya dengan Pak Jokowi, sehingga kita akan mencium aroma udara yang berbeda, antara leadership di Jakarta dengan tingkat Nasional dan ini akan bagus.  

Sehingga, semua putra-putra terbaik bangsa, akan kembali bekerja keras sesuai dengan formasi dan kompetensinya masing-masing. Pak Jusuf Kalla (JK), kembali menjadi Ketua PMI yang penuh dengan terobosan dan ilmu-ilmu manajemen baru untuk sebuah organisasi kemanusiaan. Hal ini akan dicatat dalam sejarah Palang Merah Indonesia, dimana akses untuk mendonor semakin mudah dan dekat dengan masyarakat, modernisasi dan kelengkapan peralatan pendukung operasional penanggulangan bencana semakin banyak dan canggih. 

Begitu juga dengan Pak Hatta, dengan telah mengundurkan diri sebagai Menko Perekonomian dan menjadi terpilih menjadi Wakil Presiden, beliau  akan kembali bekerja dan  memiliki kesempatan lebih besar untuk mengimplementasikan pengalaman di birokrasinya selama kurang lebih 14 tahun belakangan ini untuk kepentingan kita bersama. Mengapa Pak Hatta?  karena Pak Jusuf Kalla sudah pernah kita ketahui prestasinya selama menjadi Wakil Presiden. Kita tahu bagaimana beliau mampu dengan cepat dan tepat menyelesaikan konflik Aceh dan Poso secara damai. 

Sebagai mantan Wakil Presiden, mantan Ketua Umum Partai Golkar, tentu beliau memiliki tanggung jawab yang besar untuk  melakukan proses kaderisasi kepemimpinan di tingkat nasional, memberikan kesempatan kepada  generasi penerusnya untuk membuktikan kualitas kepemimpinannya agar terjadi kesinambungan. Pak JK dan Pak Hatta, pernah bersama- sama dalam Kabinet, artinya, ilmu – ilmu dari Pak JK yang diserap Pak  Hatta, perlu diimplementasikan dan itu perlu media untuk mengimplementasikannya. Sehingga, kursi Wakil Presiden itu, sudah sepantasnya diberikan kepada generasi yang lebih muda, lebih bugar. 

Disinilah letak ideal dan terbaik yang diharapkan menjadi akhir dari proses kontestasi Pilpres di tahun 2014 ini. Pada akhirnya, kita harus bersabar dan memberi kesempatan kepada seluruh warga negara Indonesia untuk menentukan pilihannya.  Wallahu’alam Bishawab.

17 April, 2014

Investasi Bodong dalam Skema Ponzi



Beberapa minggu terakhir ini, kabar tentang banyaknya orang merugi lewat investasi yang menggiurkan begitu ramai. Sebagian diduga kuat ‘bodong’ alias perusahaan yang 'memutar dana investasi' tidak betul-betul menjalankan aktivitas bisnis seperti yang dijanjikan — sebuah kejahatan kerah putih. Kasus investasi bodong sudah sering terjadi di berbagai negara, salah satu yang terbesar ialah ‘investasi akal-akalan’ yang dijalankan oleh Bernard Madoff yang mengguncang ekonomi AS pada tahun 2008. Dalam pengadilan yang berlangsung pada tahun berikutnya, Madoff dijatuhi hukuman 150 tahun kurungan.


Untuk menuntaskan kasus penipuan investasi yang dianggap sebagai terbesar dalam sejarah AS ini dibutuhkan waktu bertahun-tahun, dan kesimpulan terakhir diambil pada 24 Maret 2014 lalu. Para juri di pengadilan Manhattan, New York, menyimpulkan bahwa perusahaan Madoff telah melakukan penipuan investasi secara sistematis. Madoff telah mempraktekkan Skema Ponzi secara masif selama 30 tahun dan kasusnya baru terungkap pada 2008.


Bagaimana Skema Ponzi bekerja? Kira-kira seperti ini:

Sebuah iklan menjanjikan return yang sangat besar kepada siapapun yang mau berinvestasi dalam sebuah bisnis, yakni 10% dalam waktu 30 hari. Orang yang tergiur oleh angka sebesar itu serta-merta akan terpikat oleh iklan ini. Mereka akan berebut berinvestasi, bahkan aset penting seperti rumahpun jika perlu diinvestasikan demi return 10% per bulan.


Angka sebesar itu sukar dicerna akal sehat. Darimana return 10% itu didapat? Inilah soalnya. Bisnis yang lumrah niscaya mustahil mendatangkan return sebesar itu dalam waktu yang sangat pendek. Maka, pemasang iklan yang menawarkan investasi itu akan memilih cara seperti ini: bila waktu 30 hari telah tiba, dan pembayaran return pertama sudah jatuh tempo, ia menggunakan uang yang disetor investor yang berinvestasi belakangan untuk membayar return bagi investor yang terdahulu.

Begitu menerima return 10% seperti yang dijanjikan, kepercayaannya semakin kuat dan investor ini terdorong untuk menaruh lebih banyak lagi uangnya. Kata-kata pujian mulai menyebar. Calon-calon investor lain ikut berebut peluang untuk menanamkan uangnya. Timbullah efek berantai. Semakin banyak orang berinvestasi, berarti uang masuk terus mengalir, dan perusahaan pengelola investasi ini masih bisa tenang membayar return untuk investor terdahulu.


Promotor investasi akan berusaha meminimalkan penarikan uang dengan menawarkan rencana baru bagi investor lama, tentu saja dengan iming-iming tak kalah menggiurkan. Promotor memperolah cash flow baru, sebab investor diberitahu bahwa mereka tidak boleh memindahkan uangnya dari rencana pertama ke rencana kedua. Jika sebagian investor ingin menarik uangnya sesuai aturan yang diperbolehkan, permintaan ini biasanya diproses, sehingga menimbulkan ilusi kepada seluruh investor bahwa dana mereka solvent (mudah dicairkan).

Kesulitan akan muncul ketika investasi baru berjalan lamban, dan promotor mulai kesusahan membayar return pada waktu yang dijanjikan. Semakin besar return yang dijanjikan, semakin besar peluang skema Ponzi ini ambruk dengan cepat. Begitu pembayaran return mulai terlambat, beritanya dengan cepat menyebar. Krisis likuiditas ini akan memicu kepanikan—menimbulkan efek domino, dan terjadilah rush, orang-orang meminta kembali uangnya pada waktu bersamaan.

***

Charles Ponzi adalah orang pertama yang mempraktekkan skema ini dalam skala besar, sebab itu nama Ponzi dipatrikan pada praktek ini. Sebenarnya, Ponzi bukan orang yang ‘menemukan’ skema ini. Charles Dickens, dalam novelnya Little Dorrit, 1857, sudah lebih dulu menggambarkan skema semacam ini kira-kira satu dekade sebelum Ponzi lahir. Sebelum Ponzi, William F. Miller, seorang penata buku keuangan yang bekerja di Brooklyn, AS, menggunakan skema serupa ini untuk mengumpulkan 1 juta dolar AS (1899) Ponzi meraup jauh lebih besar.


Ponzi dilahirkan di Lugo, Italia, 1882, dengan nama yang sangat panjang: Carlo Pietro Giovanni Guglielmo Tebaldo Ponzi. Kepada suratkabar New York Times, ia mengaku berasal dari keluarga sejahtera di Parma, Italia. Mula-mula Ponzi bekerja sebagai pekerja pos. Di usia 21 tahun, ia merantau ke Amerika Serikat dan tiba di pelabuhan Boston. “Saya mendarat di negeri ini dengan 2,5 dolar tunai dan 1 juta dolar harapan, dan harapan itu tak pernah meninggalkanku,” begitu cerita Ponzi belakangan kepada New York Times.


Ponzi belajar bahasa Inggris dengan cepat dan bekerja di Pantai Timur, sebagai pencuci piring. Tidur di lantai tidak masalah baginya. Oleh majikannya, ia dianggap bekerja dengan baik dan naik posisi menjadi pelayan, namun kemudian dipecat karena mencuri uang kembalian untuk pelanggan.

Ia lalu pindah ke Montreal, 1907, dan menjadi asisten teller di Banco Zarossi, sebuah bank yang dikelola Luigi Zarossi untuk melayani imigran Italia yang datang ke kota itu. Zarossi membayar bunga 6% untuk deposito—dua kali lipat suku bunga yang berlaku saat itu—dan banknya tumbuh cepat. Ponzi menjadi manajer bank. Namun, ia mengetahui bahwa bank itu sesungguhnya menghadapi persoalan keuangan serius sebab pengembalian pinjaman real estate berjalan seret, dan ia tahu Zarossi membiayai pembayaran bunga bukan dari keuntungan investasi, tapi dengan memakai uang yang didepositokan oleh nasabah baru. Bank itu akhirnya ambruk dan Zarossi lari ke Mexico dengan membawa sebagian besar uang bank.


Ponzi tetap tinggal di Montreal untuk sementara waktu di rumah Zarossi dan berusaha kembali ke AS. Suatu ketika ia mendatangi kantor bekas pelanggan Zarossi dan, karena ia tidak menemukan siapapun, ia menulis cek untuk dirinya senilai $423.580 dengan memalsukan tanda tangan direktur perusahaan itu. Saat ditanya polisi siapa yang mengeluarkan dana sebesar itu, Ponzi mengangkat tangannya dan berkata “Saya bersalah.” Ia mendekam tiga tahun di penjara dekat Montreal. Alih-alih memberitahu ibunya mengenai soal ini, ia mengirim surat yang mengatakan bahwa ia memperoleh pekerjaan sebagai “asisten khusus” penjaga penjara.


Setelah keluar dari penjara, 1911, ia memutuskan kembali ke AS, tapi terlibat dalam penyelundupan imigran ilegal Italia di perbatasan. Ia tertangkap dan mendekam dua tahun di penjara Atlanta. Di penjara ini ada tahanan lain yang menjadi role model Ponzi, yakni Charles W. Morse, pengusaha dan spekulator Wall Street yang makmur. Selepas dari penjara, Ponzi kembali ke Boston dan menikah dengan Maria Genecco, seorang stenografer (pasangan ini bercerai pada 1937).

Suatu ketika, Ponzi menerima surat dari perusahaan di Spanyol. Di dalam amplop terdapat International Reply Coupon (IRC). Ia mencari tahu apa kegunaan kupon ini. Seseorang di satu negara dapat mengirim kupon ini kepada orang di negara lain. Kupon ini dapat ditukarkan dengan prangko untuk mengirim surat kepada pengirim kupon.


Ketika itu inflasi sesudah Perang Dunia I menurunkan biaya pos di Italia sehingga kupon dapat dibeli dengan murah di Italia dan ditukarkan dengan perangko AS yang berharga lebih tinggi. Prosesnya: kirim uang ke luar negeri; belikan kupon dengan bantuan agen atau siapapun; kirim kupon ke AS; di AS, tukarkan kupon dengan prangko yang berharga lebih tinggi, lalu jual prangko tersebut. Inilah trik mengambil keuntungan dengan membeli aset pada harga rendah di suatu pasar dan segera menjualnya di pasar lain dengan harga lebih tinggi praktek yang tidak ilegal.


Ponzi mengintip adanya peluang keuntungan di sini. Ia membujuk kawan-kawannya agar menanamkan uang di bisnis kupon IRC dengan menjanjikan return 50% dalam 45 hari atau melipatduakannya dalam 90 hari. Untuk mempromosikan skema ini, ia mendirikan perusahaan sendiri, Securities Exchange Company. Banyak orang menggadaikan rumah mereka dan menginvestasikan tabungan mereka. Kebanyakan tidak mengambil keuntungannya dan menginvestasikan kembali. Bisnis ini mengubah Ponzi dari bukan siapa-siapa menjadi jutawan Boston yang termashur dalam waktu enam bulan.


Pada Mei 1920, Ponzi mengumpulkan $420.000 (setara dengan $4,59 juta pada 2008) — dua bulan kemudian ia sudah meraup lebih dari $1 juta. Ia mulai mendepositokan uang itu di Hanover Trust Bank of Boston, sebuah bank kecil di Hanover Street di North End yang banyak dihuni orang Italia, dengan harapan suatu ketika rekeningnya cukup besar sehingga ia bisa memaksakan kehendaknya atas bank itu atau bahkan menjadi presidennya. Faktanya, ia mengendalikan bunga di bank itu setelah mendepositokan $3 juta. Ponzi hidup mewah, membeli mansion di Lexington, Massachusetts, dengan kolam renang berpemanas. Ia mendatangkan ibunya dari Italia dengan kapal kelas satu. Cepat kayanya Ponzi mengundang kecurigaan. Suratkabar Boston Post menyelidiki praktek bisnis Ponzi dan kemudian menerbitkan hasil investigasinya. Clarence Barron, seorang analis keuangan di Boston, mengatakan bahwa mustahil Ponzi memberi return dari hasil investasi yang sebenarnya. Dalam perhitungan Barron, untuk membayar return sebesar itu, 160 juta kupon harus diputar, namun faktanya hanya sekitar 27 ribu kupon yang benar-benar beredar. Marjin keuntungan kotor untuk pembelian dan penjualan kupon memang besar, tapi menurut Barron, biaya overhead untuk mengurusnya melampaui keuntungan tersebut.



Laporan yang diterbitkan Boston Post itu menimbulkan kepanikan. Dalam tiga hari, Ponzi mengeluarkan $2 juta kepada kerumunan investor yang berkumpul di depan kantornya. Ia menyajikan kopi dan donat dan memberitahu mereka tak ada yang perlu dikhawatirkan. Situasi ini menarik perhatian Daniel Gallagher, jaksa di Massachusetts. Gallagher mulai mengaudit pembukuan Securities Exchange Company, namun menemui kesulitan sebab pembukuan Ponzi hanya berupa kartu indeks yang berisi nama-nama investor. Berkat ketekunan penegak hukum, akhirnya terungkap bahwa Ponzi sekurang-kurangnya berutang $7 juta. Berkat laporan investigasi mengenai Ponzi ini, Boston Post memperoleh Hadiah Pulitzer (1921).


Untuk kesekian kali, penjara sudah menanti Ponzi. Setelah melewati 3,5 tahun dari vonis lima tahun dalam penjara federal dan kemudian sembilan tahun di penjara negara bagian Massachusetts, Ponzi diusir dari Amerika Serikat. Ia kembali ke Italia. Setelah sempat bekerja untuk Benigto Mussolini, karena kecurangan dalam keuangan pemerintah ia dipaksa pergi ke Amerika Selatan. Di Brazil, ia bekerja serabutan dan jatuh miskin. Kesehatannya memburuk dan terkena serangan jantung pada 1941. Delapan tahun kemudian ia meninggal di Rio de Janeiro.

Dalam wawancara terakhirnya dengan wartawan Amerika di rumah sakit itu, Ponzi berkata, “Saya mencari persoalan, dan saya telah menemukannya.” ***

Sumber Asli: http://indonesiana.tempo.co/read/13582/2014/04/15/desibelku.1/investasi-bodong-dalam-skema-ponzi

Change Management

Adalah dua kata   sakti yang selalu digulirkan bersamaan dengan   momentum momentum berikut : merger, akuisisi, perubahan Bord of ...