23 December, 2005

Ketika ISO Menyoal Corporate Social Responsibility (CSR)

Ada anekdot menarik di kalangan engineer terkait dengan sebuah lembaga yang bernama resmi International Organization for Standardization (ISO) ini. Anekdotnya begini : “iso ora iso yo.. kudu iso”, dalam bahasa jawa ini kurang lebih artinya adalah “bisa ga bisa ya harus bisa”, dalam bahasa Inggris, frasa yang tepat mungkin it’s a must atau should be. ISO selama ini telah diakui sebagai lembaga yang memiliki reputasi untuk melakukan sejumlah standardisasi yang harus dipenuhi oleh industri maupun jasa di seluruh dunia. Sebut saja ISO 14000 mengenai environtmental managemen dan ISO 9001 tentang quality management system, untuk mewakili sejumlah ISO yang telah diterapkan dan berlaku saat ini. Legitimasi lembaga ini, dapat disetarakan dengan lembaga pemeringkat hutang seperti Standard and Poors untuk isu yang berbeda.

Dalam sebuah kesempatan, Noke Kiroyan, saat presentasi pada kegiatan 4th Annual Gathering Indonesia Business Links, dihadapan sejumlah pemimpin bisnis menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) akan menjadi isu dan komoditas berikutnya yang akan digulirkan oleh ISO untuk dipenuhi sertifikasinya. Dalam kesempatan tersebut, praktisi manajemen industri tambang ini, mengingatkan koleganya untuk lebih serius dan proporsional menyikapi hal ini. Serius dalam arti tidak menganggap enteng tuntutan dunia internasional terhadap komitmen perusahaan terhadap komunitas disekitar lokasi mereka berusaha. Sehingga sudah tidak pada jamannya lagi, praktek bisnis hanya mengedepankan profit sebagai indikator kesuksesan dan keberhasilan pemimpinnya.

Dalam kasus Indonesia, ditengah proses pembangunan definisi yang tepat mengenai CSR, pelaku bisnis yang selama ini relasi bisnisnya harus dilengkapi dengan sederetan ISO, rasanya tidak berlebihan jika harus mempersiapkan diri sedini mungkin. Karena jika ISO bernomer 26000 mengenai CSR ini diperkenalkan kepada publik, ya… kembali anekdot jawa tadi menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar. Meskipun, dalam rilis yang diambil dari website resmi ISO, standarisasi mengenai Social Responsibility, memang dinyatakan sebagai sesuatu yang tidak wajib, tetap saja ini akan menjadi trend yang akan naik daun di tahun 2008 dan harus dihadapi dengan sungguh –sungguh, jika ingin tetap eksis dalam dunia usaha.

Bagaimana Bersikap ?

Ada beberapa sudut pandang yang akan mengemuka terkait masalah ini. Pertama, bagi para penggiat CSR dan komunitas yang selama ini memang telah bermukim di kawasan island of integrity, tentu akan menyambutnya dengan suka cita. Karena kerja – kerja yang selama ini telah dilakukan lebih awal akhirnya mendapat pengakuan secara internasional.
Kondisi ini, seharusnya menjadi penambah semangat bahwa doing good by doing well , seperti tema sentral yang di usung oleh IBL dalam kegiatan Annual Gathering, 06 Desember lalu, tidak selamanya menjadi aktivitas yang hanya dilakukan oleh segelintir orang saja . Hal ini akan menjadi aktivitas massal yang dilakukan oleh banyak orang diberbagai bidang dan dibelahan dunia yang berbeda. Diatas itu semua hal yang jauh lebih penting , dengan diberlakukannya CSR sebagai bagian dari ISO, akselerasi dan end result dari yang selama ini dilakukan, diyakini akan semakin mudah tercapai. Hasil akhir yang dimaksud adalah “… the commitment of business to contribute to sustainable economic development , working with employees and their representatives, their families, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development.” ( Definition of CSR The World Bank Group version )

Kedua, bagi mereka yang berfikir dan bertindak short run, hal ini tentu saja akan dilihat sebagai komponen biaya baru yang terpaksa harus dicadangkan. Karena jika tidak akan mengganggu rantai proses produksi. Entah kecaman dari sejumlah aktivis atau bahwa ancaman boikot dari buyer atau end user. Terhadap pilihan – pilihan diatas, tentu akan dipengaruhi oleh referensi dan kematangan kita melihat fenomena yang sedang terjadi saat ini.

Yang menarik bagi Indonesia adalah, masih sangat sedikit pelaku bisnis yang aware terhadap isu ini. Dari yang sedikit aware pun masih terjadi perbedaan sudut pandang dan pemahaman apa dan bagaimana sesungguhnya CSR di perusahaannya masing-masing. Ada sejumlah kalangan yang menjadikan CSR sebagai bagian yang ditempelkan kepada social marketing dan tidak sedikit yang masih menerapkannya sebagai charity acitivity yang dilakukan bersamaan dengan peringatan ulang tahun perusahaan bahkan ketika terjadi bencana alam misalnya. Kondisi ini, jika tidak segera disiasati untuk segera dipecahkan sendiri formulasinya, dapat dipastikan akan dipaksa untuk mengikuti standard yang akan diterapkan oleh lembaga ISO tadi, tanpa pandang bulu. Jika sudah begini kondisinya, yang akan kita terima tentu saja pemaksaan – pemaksaan kehendak yang belum tentu sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Meskipun demikian, harapan kita penerapan ISO 26000 ini menjadi stimulir bagi tumbuhnya mentalitas pelaku bisnis yang lebih peduli dan memberi manfaat yang lebih banyak kepada masyarakat sekitar perusahaan berada.

Penutup

Untuk menghadapi diberlakukannya ISO 26000 di tahun 2008, mutlak dan penting rasanya bagi individu, komunitas bisnis, maupun lembaga – lembaga non pemerintah yang telah memiliki kompetensi untuk menyumbangkan pemikirannya mengenai CSR untuk bersedia secara sukarela melibatkan diri secara aktif dalam proses penyusunan standarisasi ini. Komitmen ini, sebagai bagian dari proses pembangunan karakter nasional (national character building) yang memiliki hak untuk terlibat dalam proses penyusunan kebijakan – kebijakan global yang akan diberlakukan (juga) di Negara ini. Ide konsorsium nasional yang mewakili kepentingan Indonesia, layak untuk segera dibuat dan bekerja bersama mengajukan sejumlah gagasan bagaimana seharusnya ISO 26000 diterapkan di Indonesia. Bukan saatnya lagi kita hanya menjadi objek dari sebuah kebijakan global, saatnya untuk bangkit berdiri dengan penuh percaya diri untuk melibatkan diri, karena Indonesia adalah bagian dari komunitas global yang penuh dengan kepentingan dan kesempatan. ISO 26000 seharusnya menjadi kepentingan dan kesempatan bangsa Indonesia untuk mendapatkan manfaat lebih banyak dari keberadaan sejumlah Multi National Coorporations dan perusahaan lokal yang melakukan aktivitasnya disini. Selamat Datang ISO 26000.


Disclaimer :
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi dimana penulis beraktivitas.

03 December, 2005

Mangga Dua : Percaya Ga Percaya

Sabtu, 3 Desember 2005. Ketika sebagian besar orang tua sedang bercengkrama dengan keluarga dan anak-anaknya. Saya masih di Lantai 4 Mangga Dua Orion. Gila!
Pasalnya adalah sudah tidak ada toko yang buka, tidak ada lagi transaksi para pedagang DVD bajakan dan juga para mbak- mbak tukang jualan juice. Norak apa Sakti?

Ga keduanya, karena dari kejadian yang saya alami hari ini, semakin nyata bahwa kita tidak bisa mengelola masalah. Karena masalah tidak bisa kita prediksi apalagi kita atur. Masalah dan permasalahan memang cuma dan seharusnya digenggam. Karena dia memiliki logika dan kehendaknya sendiri. Rencana yang diharapkan cepat bisa menjadi lama. Keuntungan dan kemudahan, terkadang harus berbalas dengan kerugian dan banyak kesulitan. Kemakmuran acapkali berganti dengan kesengsaraan. Popularitas bahkan berubah wujud menjadi kehinaan. Disanalah seni menjalani hidup dan mematangkan kepasrahan kepada Sang Khalik.

Begini ceritanya, siang tadi selepas kondangan ke tetangga, saya ditemani Tasya dan Lia, niat ke Orion cuma mau mindahin data dari Outlook di Tecra 8100 ke VAIO yang baru dibeli-in kantor. Ketika pekerjaan tersebut berjalan, koq dengan santainya sejumlah virus menyerang. Sejumlah program dan data yang ada di VAIO, terpaksa harus di perbaiki. Gila ! Jadilah malam mingguan di salah satu toko di Orion...

Kenapa harus ngotot? Tinggalin aja kan bisa?
Hmm... ga bisa! I need time for my Mbay. Besok enakan nonton kuda di ArthaYasa Stable dan saya harus berangkat pagi di hari berikutnya, Senin 5 Desember. NAD, menanti untuk kesempatan ketiga. Jadi harus... harus selesai malam ini. Begitu yang saya katakan ke A Hong, taknisi di Orion ini. We make deal!

Kembali, apakah masalah ini saya inginkan, TIDAK SAMA SEKALI!
Tapi, sekali lagi pembaca, saya belajar sesuatu dari A Hong. Dia lulusan SMEA dari Bangka Belitung dan sangat piawai menguasai bahasa komputer. Apa rahasianya? Kerja keras, ulaet dan mau belajar. A Hong... mulai pegang komputer 1999 dan dia tidak pernah mengenyam pendidikan formal untuk ini.
Kerja keras, Ulet dan dan Mau Belajar, pelajaran yang saya dapat dari Mangga Dua, malam ini. Percaya Ga Percaya

04 August, 2005

Ketika Dinamika Menjadi Dilema : Catatan Pelaksanaan Kongres III ASPEK Indonesia

Pengalaman menjadi peserta sekaligus panitia pelaksana Kongres III ASPEK Indonesia (selanjutnya disebut Kongres), cukup miris dan menyedihkan rasanya, memperhatikan dinamika yang terjadi dan berkembang selama Kongres ternyata berbuah menjadi dilema, bahkan sejak persidangan pertama baru digelar. Terlampau kasat mata, bagaimana polarisasi terjadi antara status quo dengan reformasi, jika boleh penulis mendefinisikannya demikian. Karena polarisasi yang kaku, akhirnya, dinamika Kongres terjebak kepada bagaimana setiap materi diskusi dan usulan pendapat, senantiasa dan semata-mata dihitung, apa pengaruhnya terhadap kubu saya? Melupakan substansi dari pelaksanaan Kongres itu sendiri. Bagi saya, Kongres adalah sebuah perhelatan untuk mendiskusikan secara bersama, hal – hal strategis yang diperlukan organisasi untuk mengantisipasi perubahan yang akan datang. Diskusi dan perdebatan, sekali lagi hanya berkutat kepada apa pengaruhnya terhadap proses pemenangan kandidat para kubu yang bertarung memperebutkan posisi Sekretaris Jendral dan Presiden. Sehingga, platform terlebih dahulu baru bicara person. Sayangnya hal ini tidak terjadi dalam pelaksanaan Kongres yang digelar pada tanggal 23 - 24 Juli lalu. Akhirnya, nilai dasar serikat pekerja yang selama ini dihembuskan melalui training – training yang dilaksanakan, seakan-akan sembunyi tanpa pernah berani memunculkan diri, “solidaritas” seakan diistirahatkan dan tidak muncul dalam Kongres. ASPEK Indonesia seakan menjelma menjadi partai politik yang hanya concern kepada kekuasaan.

Menurut hemat penulis, kesiapan pengurus SP afiliasi yang menghadiri Kongres, nampaknya perlu ditingkatkan. Agar perdebatan yang terjadi bisa merata dan disadari konsekuensi -konsekuensinya. Ada beberapa kondisi yang menurut kami perlu dijadikan catatan. Pertama, mekanisme atau alur pencalonan KEN. Hal ini menjadi salah satu penyebab biang kericuhan, karena ada interpretasi, yang harus diakui, merupakan kelalaian bersama terkait dengan adanya dua matra waktu untuk menyerahkan kandidat KEN, 15 hari menurut Bab VI Tentang Kongres pasal 5 dan 14 hari menurut Bab IX tentang Komite Eksekutif Nasional pasal 5, kondisi ini diperumit dengan surat dari SC dan KEN yang menyatakan batas waktu pengembalian kandidat dan usulan perubahan pada tanggal 10 Juli 2005. SC harus lebih jujur dan arif memberi kesempatan kepada floor untuk memahami, terutama konsekuensinya terhadap rendahnya partisipasi politik publik. Mengapa demikian? Karena salah satu parameter keberhasilan sebuah proses pemilihan adalah tinggi rendahnya partisipasi publik, dalam hal ini afiliasi makin tinggi afiliasi yang terlibat makin legitimate, begitu sebaliknya. Jangan sampai proses pemilihan KEN tidak memperhatikan quorom. Permasalahan ini, seharusnya bisa dipecahkan dengan memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada delegasi, dimana plus minusnya bagi tujuan utama Kongres. Bukan dijadikan senjata dari masing-masing kubu untuk mengambil keuntungan. Kedua, konsistensi, tidak ditemukan selama Kongres, justifikasi dan proses pengambilan sanad hukum, terlihat dipilah dan dipilih hanya dan semata untuk kepentingan kelompok. Kadang menuntut implementasi dari konstitusi secara konsisten sementara pada kesempatan lain meminta ajdustment. Ketiga, konsiderans dan hasil Kongres II seharusnya menjadi salah satu dokumen resmi bagi pelaksanaan Kongres III. Sehingga, terhadap hal – hal yang menyentuh masa lalu dapat diantisipasi dengan menghadirkan bukti-bukti yang autentik, sehingga tidak perlu muncul fitnah dan kebingungan massal. Karena ketiga penyebab diatas, dengan sangat terpaksa Kongres berakhir dengan realitas yang tidak mengenakan bagi semua pihak, yang status quo maupun pihak reformasi. Bagi pihak reformis yang kebetulan memenangkan seharusnya menjadi kegalauan ketika eksistensinya tidak didukung oleh mayoritas. Sementara bagi status quo, bisa saja akan menimbulkan pertanyaan, sejauh mana legitimasi KEN hasil kongres, legitimasi dalam arti jumlah afiliasi yang melakukan pemilihan, jika dibahasakan secara populer, “lha emang siapa yang milih?”. Ketidakenakan atas kondisi ini, harus segera dipecahkan dicarikan solusinya. Rekonsiliasi, rasanya bisa menjadi pilihan untuk dikedepankan, dibandingkan jika harus membuat organisasi tandingan. Hal ini bisa terjadi jika para pihak mau dan mampu mendengarkan sekaligus mengakomodir kepentingan masing-masing, sesuai dengan tujuan akhir dari rekonsiliasi, yaitu terbangun ASPEK Indonesia yang akomodatif terhadap kepentingan seluruh afiliasinya, akomodatif terhadap kepentingan para pihak yang mewakili atau dipercaya oleh afiliasi. Mari jadikan ASPEK Indonesia berbeda!. Dinamika dan perbedaan terpelihara dengan ketaatan dan kesungguhan untuk mempertahankan nama besarnya. Biarkan ASPEK Indonesia menjadi nama dan organisasi tunggal di negeri ini.

Namun demikian, diatas itu semua, terhadap pekerjaan rumah terkait dengan dualisme afiliasi ke federasi atau asosiasi harus terus ditindaklanjuti dengan bukti dan tahapan legal formal, yaitu pengunduran diri secara tertulis kepada Federasi atau Asosiasi yang bukan ASPEK Indonesia. Sehingga, kredibilitas dan wibawa ASPEK dapat terjaga lebih baik lagi. Dengan demikian, publik percaya, bahwa bergabungnya salah satu atau beberapa afiliasi ke ASPEK Indonesia, tidak akan diduakan atau mendua. Selain bertentangan dengan peraturan perundangan, rasanya kondisi inipun telah menyentuh ruang-ruang etika berorganisasi. Saran penulis, KEN harus lebih proaktif melakukan screening terhadap status keanggotaan afiliasinya.

Kedepan, jika boleh beropini dan memberi saran, kita harus sama-sama mengoreksi diri, tidak perlu lagi terjebak kepada romantisme dan kekecewaan – kekecewaan. Mari bangkit dan hadapi realitas! Terlalu mahal harganya jika kita harus menjadi pecundang, jadilah pemenang sejati yang mampu menekan egoisme kalah dan menang. Masa depan ASPEK Indonesia adalah masa depan kita bersama, yang harus dibangun lagi dengan semangat solidaritas yang sesungguhnya. Bukan solidaritas semu dan sempit kepada aktifitas memenangkan kandidat semata.

08 July, 2005

The Only Constant is Change

Perubahan dan tuntutan akan perubahan, tampaknya menjadi kata yang umum diungkapkan oleh komunitas manusia yang "gerah" dengan stagnansi dan kualitas kehidupan yang biasa-biasa saja, atau yang itu- itu juga. Sehingga, dalam kerangka berfikir komunitas ini, hidup harus senantiasa berubah, dari waktu ke waktu. Tentu saja perubahan kearah yang lebih baik. Lebih maju dan lebih memberi manfaat bagi kehidupan yang sedang dijalaninya. Dalam konteks tempat dimana saya berorganisasi, ASPEK Indonesia, kata ini seakan menemukan momentumnya menjelang pelaksanaan KONGRES III, yang akan dilaksanakan pada tanggal 23-24 Juli 2005 yang akan datang.

Simbol perubahan, dimulai dengan keinginan untuk mengganti, aktor atau person yang menjadi representasi organisasi, yaitu Sekretaris Jendral dan Presiden, dua bagian penting dari Komite Eksekutif Nasional. Keinginan ini tentu saja harus dihadapi dengan sikap positif, penuh pertimbangan dengan tetap memberikan ruang bagi adanya keberanian untuk mencoba sesuatu yang baru, yang berbeda. Dalam pemahaman saya, kontinuitas suatu organisasi seharusnya tidak akan berubah terlalu jauh jika "platform" organisasi telah dipahami dengan sebaik-baiknya oleh seluruh anggota afiliasi. Sehingga, kalaupun terjadi perubahan person yang menggawangi organisasi ini, visi, misi dan orientasi organisasi tidak menjadi sesuatu yang harus "diperjudikan". Karena perubahan person hanya akan bermain di ruang - ruang how to manage and style of leadership dari para mangernya. Karena perdebatan mengenai format organisasi telah dijaga dalam Konstitusi organisasi.

Perubahan, tentu saja akan diikuti dengan setidaknya dua tanggapan. Menolak atau Menerima. Tinggal sejauh mana kesiapan kita mengkalkulasi dampak dari perubahan yang mingkin akan terjadi. Bagi ekstrem menolak, karena kekahawatiran yang berlebihan atas kemungkian buruk yang akan terjadi yang distimulus oleh keengganan untuk lari dari "comfort zone", kondisi nyaman yang sekarang sedang atau masih dinikmati dan dijalani. Sementara bagi yang menerima, karena bisa jadi kalkulasi dan sikap mental positif yang senantiasa merasa bahwa mencoba sesuatu yang baru, akan mendatangkan kesempatan dan pengalaman-pengalaman baru serta tentu saja dilandasi oleh harapan - harapan baru.

Semoga saja, harapan akan adanya perbaikan dan kondisi menuju kearah yang lebih baik menjadi kalkulasi yang telah dihitung masak-masak oleh komunitas yang menghendaki perubahan. Sementara bagi yang menolak perubahan, bisa saja untuk mengajukan sejumlah kekhawatiran yang mampu dihitungnya kepada komunitas yang berani untuk berubah! Sehingga dampak negatif dari perubahan dapat diminimalisir sejak awal.

Selamat Berkongres ! Semoga menjadi Kongres yang berjalan dengan dinamis dalam koridor demokrasi yang rasional dan dewasa. Kita nantikan...

11 June, 2005

Tuhan, Ampuni Hamba ..

Berita ini saya ambil dari milist, yang sumber aslinya sepertinya dari Harian Warta Kota. Apapun kondisinya, berita ini sungguh memilukan hati, membuat marah sekaligus sampai menitikkan air mata.
Ya Allah, ampuni Hamba, karena sebagai warga negara yang sehari-hari bekerja di Jakarta, kejadian ini sungguh memilukan.


Salemba, Warta Kota

PEJABAT Jakarta seperti ditampar. Seorang warganya harus menggendong
mayat anaknya karena tak mampu sewa mobil jenazah.

Penumpang kereta rel listrik (KRL) jurusan Jakarta-Bogor pun geger
Minggu (5/6). Sebab, mereka tahu bahwa seoran pemulung bernama Supriono (38thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn). Supriono akan
memakamkan si kecil di Kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa
KRL. Tapi di Stasiun Tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas
dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban kejahatan.

Di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi. Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa Khaerunisa untuk berobat ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi.

"Saya hanya sekali bawa Khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang
untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya
hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,-per hari". Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu.

Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya.
Selama sakit Khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski
Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya.

Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa
menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (5/6) pukul 07.00. Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau.

Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan Muriski hanya dapat termangu. Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus menyewa ambulans.

Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan menyorong gerobak berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke Stasiun Tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di Kramat, Bogor. Ia berharap di sana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung.

Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di Stasiun Tebet.
Yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus
jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang dicinta itu dibiarkan terbuka,
biar orang tak tahu kalau Khaerunisa sudah menghadap Sang Khalik.
Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong
Khaerunisa menuju stasiun. Ketika KRL jurusan Bogor datang, tiba-tiba seorang
pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. Lalu dijelaskan
oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor spontan
penumpang KRL yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun
dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet.

Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang
ambulans hitam. Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera
dimakamkan. Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan
surat permintaan pulang dari RSCM. Sambil memandangi mayat Khaerunisa
yang terbujur kaku.

Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya
telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh adiknya.
Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, lagi-lagi karena tidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono harus berjalankaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung sambil menggandeng
tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya
untuk ongkos perjalanan ke Bogor. Para pedagang di RSCM juga memberikan air
minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan.

Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku
benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut
karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi perduli
terhadap sesama.

"Peristiwa itu adalah dosa masyarakat yang seharusnya kita bertanggung
jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa. Jangan bilang keluarga
Supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap.
Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia",ujarnya.

Koordinator Urban Poor Consortium, Wardah Hafidz mengatakan peristiwa
itu seharusnya tidak terjadi jika pemerintah memberikan pelayanan kesehatan
bagi orang yang tidak mampu. Yang terjadi selama ini, pemerintah hanya
memerangi kemiskinan, tidak mengurusi orang miskin kata Wardah.

Innalillahi Wainnaillaihi Rodjiuun..
Semoga Adik Khaerunisa dapat tenang dan diterima disisiNYA dan Keluarga
yang ditinggalkan mendapat kemuliaan dan ketabahan. Amiin..

31 May, 2005

ASPEK Indonesia Masa Depan !

Dalam rentang waktu kurang lebih lima puluh hari ke depan, tepatnya 23-24 Juli 2005. ASPEK Indonesia akan melaksanakan Kongres Nasional III. Sebuah ritual organisasi yang disepakati sebagai forum tertinggi di organisasi yang membolehkan anggota afiliasi ASPEK Indonesia untuk "melakukan apa saja". Mulai dari mendengarkan laporan pertanggungjawaban Komite Eksekutif Nasional (KEN), merubah Konstitusi, menetapkan Program Kerja Organisasi, hingga, ini yang paling dinantikan, pemilihan pengurus KEN yang baru. Sayangnya, tradisi yang terakhir ini kerap kurang "dinamis" di ASPEK Indonesia. Mengapa? karena mereka yang berafiliasi biasanya tidak terlalu tertarik untuk menyentuh ruang-ruang sensitif seperti ini. Padahal, kualitas pengurus KEN akan memberi kontribusi yang significant bagi terjadinya perubahan bagi organisasi. Kecenderungan untuk memberi kesempatan kepada yang lain dan tidak diikuti dengan gairah untuk menjadi pengurus, dalam batas-batas tertentu menjadi faktor yang turut mempengaruhi kualitas organisasi.

Bahasa agama, khususnya Islam, memang hati - hati sekali mengingatkan hal ini. Jabatan adalah amanat yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan. Harus memberi manfaat dan menghindari kemudharatan bagi pemegangnya. Sehingga, menjadi literatur yang sangat populer, ketika Sahabat Abu Bakar RA, menerima jabatan sebagai khalifah, sampai harus menangis dan menyatakannya sebagai fitnah yang besar bagi dirinya.

Yang lain, dalam catatan mengikuti perjalanan dan pelaksanaan dari Kongres ke Kongres, tingkat partisipasi dari anggota afiliasi untuk menghadiri momen penting ini, masih harus diupayakan dengan sungguh-sungguh. Tentu saja, kondisi ini harus disiasati secara lebih serius sebagai bagian dari proses pembelajaran kepada anggota afiliasi untuk menggunakan haknya agar eksistensi dan keberadaan dirinya sebagai keluarga besar ASPEK mencapai titik optimum. Mengapa? sebagai organisasi yang didisain untuk memiliki akar rumput yang kuat, tentu saja harus memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada akar rumput untuk mengemukakan aspirasi sekaligus
complaintnya secara proporsional dan berimbang. Forumnya sudah disediakan, tinggal sejauhmana kita memanfaatkannya.

Tantangan Kedepan

Globalisasi, bukan sesuatu yang harus diingkari. Tetapi, ketika keberadaan dan eksistensinya, memberi dampak yang kurang menguntungkan bagi kondisi kerja kebanyakan pekerja, tentu saja harus dicermati. Perlu upaya serius, berkesinambungan dan terarah meningkatkan kompetensi anggota afiliasi agar tetap "sexy" untuk terus dipertahankan sebagai pekerja di industrinya masing-masing. ASPEK Indonesia, harus menjadikan agenda ini sebagai bagian dari program kerja dan orientasinya kedepan. Pelatihan yang memberikan ketrampilan dan wawasan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja dan perkembangannya, bisa dilakukan dengan menggandeng sejumlah lembaga penelitian dan pengembangan manajemen. Sehingga, anggota SP mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan cumnya, up to date terhadap tantangan dunia kerja dan perkembangan ilmu manajemen modern. Menyiasati dan memanfaatkan situasi yang terus berubah, tentu tidak bisa disikapi dengan sikap kaku dan tidak mau peduli dengan perkembangan yang terjadi. cHaNgE!, begitu Rhenald Kasali mengajukan gagasan. Rasanya bukan sesuatu yang terlampau sulit bagi kita untuk melakukannya. Karena kita, ASPEK Indonesia, memiliki gen yang bagus untuk melakukan atau bahkan terlibat dalam perubahan.

Union Density, seperti fenomena yang terjadi di beberapa negara maju, jumlah pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja mengalami penurunan. Dalam tataran tertentu, mengalami disorientasi, hendak kemana Serikat Pekerja? Kejumudan dalam menghadapi permasalahan yang terjadi ditempat kerja, kekhawatiran akan resiko atas karirnya jika aktif di Serikat Pekerja, ketidakmampuan kita menjual aktivitas SP, bisa kita anggap sebagai penyebab turunnya angka union density ini. Sehingga, kita harus membuat orientasi baru! Dalam pemahaman dan pemikiran penulis, SP seharusnya menjadi salah satu channel untuk memperbaiki kualitas kehidupan civil society, sehingga program kerja dan kegiatan yang akan dilakukan harus mampu menyentuh lingkar luar dunia kerja. Program kerja SP harus mampu menembus sekat-sekat dan bersama dengan komunitas yang lain saling dukung dan berbagi dengan issu dan permasalahan yang diusung oleh komunitas civil society yang lain. Lingkungan Hidup, Hak Asasi Manusia, Good Coorporate Governance dan meningkatkan kualitas hidup keluarga pekerja,menarik untuk dijadikan agenda bersama ASPEK Indonesia kedepan.

Tentu dan diyakini sekali oleh penulis, masih ada sudut pandang dan gagasan lain yang dapat dieksplorasi lebih jauh atas ide diatas. Sehingga pada kenyataanyalah kita harus melahirkan gagasan-gagasan baru, agar prestasi dan kinerja yang telah dicapai oleh ASPEK Indonesia saat ini, akan terus diikuti dengan catatan-catatan prestasi lain yang dapat kita sumbangkan dan ciptakan

Wallahu'alam bisshawab

27 April, 2005

Sisi Lain Singapura !

Julukan dan gelar yang telah disandang Singapura, sebagai pusat perekonomian kawasan, nampaknya akan diperpanjang dengan sejumlah prestasi lain. Mengapa? Sebagai sebuah negeri pulau yang dipenuhi oleh pelaku bisnis kelas dunia, sewajarnya dalam pemahaman awam, tidak akan memberi tempat bagi tumbuh dan berkembangnya gerakan serikat pekerja. Karena hampir dapat dipastikan, terutama di negara- negara berkembang, komunitas serikat pekerja selalu dihadapkan pada kondisi vis a vis dengan kalangan pengusaha.

Ternyata, ada fenomena menarik (baru) yang telah diukirkan Singapura. Organisasi serikat pekerjanya, Singapore National Trade Union Congress (SNTUC) telah berhasil menjadi satu-satunya organisasi serikat pekerja, hal ini harus secara ikhlas kita terima sebagai keberhasilan lain dari negerinya Mr. Lee Kuan Yeuw, karena Indonesia belum mampu mewujudkannya. Fakta yang dapat dicatat adalah sejumlah keunggulan dan prestasi yang selayaknya ditiru oleh kita. SNTUC, menjadi satu-satunya organisasi bagi pekerja di Singapura, yang mampu memberikan sejumlah kemudahan dan keuntungan bagi anggotanya. Paling tidak, dengan asset yang telah dimilikinya saat ini, SNTUC mampu memberi tempat yang nyaman untuk berlibur di 6 ( enam ) buah resort, sejumlah gerai Fair Price yang tersebar seantero negeri singa ini, satu perusahaan taxi dan terakhir 5 (lima) buah pub dan diskotik untuk memanjakan anggotanya yang senang clubbing, tentu dengan harga khusus. Bagaimana ini bisa terjadi? Tentu saja karena kesungguhan para pengurus SNTUC untuk membuat organisasi yang dipimpinnya menjadi organisasi yang mampu memberikan kemudahan dan keuntungan bagi anggotanya. Sumber utamanya adalah dari iuran anggota yang ditentukan dan berlaku secara nasional, sebesar SIN 8 tiap bulan per anggota. Konsekuensinya, sejumlah terobosan dan layanan yang diberikan harus sejalan dengan trend dan gaya hidup Singaporean, cepat, akurat dan kudu high tech .Kartu Anggota SNTUC misalnya, telah menjadi kartu bayar yang menggenarate poin bagi anggota setiap kali melakukan transaksi dimanapun yang menjadi merchant dan partner SNTUC, sebagaimana kartu kredit dan kartu debit yang kita kenal.Artinya, pemegang kartu akan mendapat sejumlah hadiah gratis dengan menukarkan poin yang telah dikumpulkannya. Sejumlah training dan re training bagi anggota, untuk terus meningkatkan kompetensi dan keahliannya, dilakukan secara teratur di sejumlah tempat yang mudah diakses oleh Singaporean Worker. Informasi mengenai lowongan kerja, lengkap dengan kualifikasi dan gaji yang akan diterima, dapat diakses melalui internet atau datang ke kantor Career@Link, institusi yang dibuat oleh SNTUC untuk menangani masalah – masalah yang berhubungan dengan ini.

Kedekatannya dengan pemerintah, meskipun aktivitis SNTUC tidak senang dengan istilah ini, dimanfaatkan betul untuk melakukan sejumlah negosiasi-negosiasi yang dapat memberikan keuntungan kepada para pihak, pemerintah dan pengusaha yang ada di Singapura membutuhkan pekerja yang mau bekerja keras dan cerdas dan SNTUC memerlukan sejumlah informasi dan kemudahan untuk terus memberikan layanan kepada anggotanya. Sehingga, tidak akan pernah ada masalah yang tidak bisa diselesaikan di meja perundingan, karena tidak pernah ada gugatan yang keras dari SNTUC kepada pemerintah, karena pemahaman akan kebijakan yang diambil oleh pemerintah senantiasa ‘diamini’ oleh SNTUC. Bersepakatnya mereka, antara SNTUC dan Pemerintah ( yang berasal dari People Action Party), untuk menjadikan Singapore yang stabil secara politik, dan fokus kepada pertumbuhan ekonomi memang harus mengorbankan hal lainnya. Pelaksanaan kerja dengan sistem kontrak, outsoucing, jam kerja yang jauh lebih panjang, semakin tingginya biaya hidup merupakan konsekusensi yang terpaksa rela dibayar oleh pekerja di Singapura yang diamini oleh SNTUC.

24 March, 2005

TUCC : Milestones ASPEK bagi Gerakan Serikat Pekerja Indonesia

Rabu, 23 Maret 2003, menjadi salah satu momentum penting bagi perjalanan organisasi ASPEK Indonesia. Ditengah kesibukan internal organisasi dalam melakukan pemberdayaan kedalam, dan menangani sejumlah permasalahan hubungan industrial anggota afiliasinya, bersama dengan SP PLN, FSP ISI, PGRI didukung oleh Frederich Ebert Stiftung (FES, Jerman) dan American Center for Internasional Labour Solidarity (ACILS) mampu menorehkan sejarah, dengan telah meresmikan pendirian TUCC ( Trade Union Care Center) di Nanggroe Aceh Darussalam. Pendirian TUCC ini, harus diakui, sebagai bentuk tanggung jawab serikat pekerja Indonesia dan solidaritas internasional yang tidak dipisahkan dengan hikmah gempa dan Tsunami, yang juga memberikan dampak yang sangat dahsyat bagi pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja.

TUCC, diharapkan menjadi re embrio, bagi tumbuh berkembangnya organisasi –organisasi serikat pekerja. Hal ini perlu dilakukan terkait dengan prediksi akan tumbuhnya sejumlah perusahaan yang akan melakukan proses produksi barang maupun jasa di NAD pada masa yang akan datang. Dalam waktu yang dekat saja, terkait dengan proses rekontruksi dan pembangunan sejumlah fasilitas infrastruktur, sudah pasti akan banyak perusahaan-perusahaan konstruksi yang melibatkan sejumlah pekerja untuk bekerja. Hal ini harus dicermati terkait dengan sejumlah hak dasar pekerja yang bekerja di sektor konstruksi, beberapa yang dapat disebutkan tentang Upah, Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Disamping, itu, menurut Saepul Tavip, Sekjend ASPEK Indonesa, TUCC diyakini menjadi organisasi yang kredibel, transparan dan memiliki komitmen tinggi terhadap perjuangan kaum pekerja/buruh di NAD. Hal ini diyakininya karena organisasi ini dibentuk dan didukung oleh sejumlah organisasi yang profesional. Sejumlah program kerja telah disiapkan untuk menggapai visi tersebut, sosialisasi terhadap pentingnya berserikat akan dimulai dengan pendistribusian leafleat, poster dan bentuk bentuk media komunikasi lainnya. Program –program yang sifatnya pencerahan, meliputi basic training dan maupun yang advance bagi pekerja telah didisain dn siap untuk dilakukan. Sementata itu program kerja yang sifatnya pemberdayaan, seperti upaya – upaya untuk memperjuangkan hak – hak pekerja maupun keluarganya yang terkait dengan Jamsostek dan kepemilikan account bank telah disiapkan bagi pekerja di NAD. Kedepan, TUCC diharapkan menjadi tempat bagi siapa saja yang memiliki perhatian dan komitmen terhadap terciptanya hubungan industrial yang berkeadilan.

Hal yang terkait dengan kebutuhan mendasar warga di kamp pengungsian, terutama keluarga pekerja, TUCC berencana akan mendistribusikan paket sembako, peralatan dan perlengkapan sekolah bagi anak keluarga korban, dan sejumlah peralatan ibadah. Dalam rentang waktu yang tidak lam lagi lagi, kegaitan ini akan ditingkatkan kepada pemberian beasiswa kepada anak-anak sekolah yang memerlukan. Disamping itu, untuk memfasilitasi dan menginisiasi kebutuhan untuk mendapatkan pekerjaan, TUCC berencana akan menggagas pilot project pembentukan indsutri kecil yang dapat menyerap tenaga kerja, tentu dalam jumlah yang sangat terbatas. Industri kerajinan dan bengkel kendaraan, menjadi bidang yang akan dipilih untuk memulai program ini.

Tentu saja, peran dan kontribusi ini masih sangat jauh dari kebutuhan warga NAD saat ini, semoga upaya kecil ini dapat diapresiasi secara wajar oleh para pihak yang tertarik dengan gerakan dan perjuangan serikat pekerja. Selamat dan Sukses atas Pendirian TUCC.

24 February, 2005

Serikat Pekerja dan Tingkat Upah

...
Serikat Pekerja mencoba untuk menaikkan tingkat upah dengan tiga cara. Pertama, pekerja mencoba untuk menaikkan permintaan tenaga kerja dengan meningkatkan produktivitas, dengan mengiklankan produk-produk buatan serikat pekerja dan dengan melobi untuk membatasi impor. Cara ini adalah cara yang paling baik namun juga paling tidak efektif. Kedua, serikat pekerja mencoba untuk menaikkan upah dengan membatasi penawaran tenaga kerja melalui pemberlakuan biaya masuk menjadi anggota yang tinggi, waktu magang yang lama, dan memberikan syarat agar perusahaan hanya merekrut anggota serikat pekerja. Ketiga, serikat pekerja mencoba untuk menaikkan tingkat upah secara langsung dengan melakukan tawar menawar dengan perusahaan, melalui negosiasi
atau demonstrasi. (Sumber : Prinsip-Prinsip Ekonomi, Dominick Salvatore, Ph.D dan Eugene A. Diulio, Ph.D)


Kutipan diatas, menjadi menarik untuk dijadikan bahan perenungan, sekaligus inspirasi bagi kita, sampai sejauh mana organisasi SP di Indonesia, mengimplemantasikan ketiga alternative yang ditulis tadi? Mampukah kita, menawarkan gagasan seperti alternative yang pertama? menjanjikan produktivitas kerja dengan uotput yang maksimal bagi penciptaan kesejahteraan bagi stakeholder? Rasanya, kemampuan kita saat ini, entah karena pengetahuan dalam menciptakan alternative atau rigidnya peraturan di Indonesia, tataran kemampuan kita baru pada alternative ketiga. Semoga saja alternative ini, meskipun dibenarkan, tidak menjadi satu-satunya alternative bagi perjuangan dimasa yang akan datang..

Yang paling menarik, menurut saya, justru alternative kedua, dimana secara sistematis, serikat pekerja dapat memberikan saran atau menentukan pola rekrutmen yang ada diperusahaan tersebut. Sehingga, bagi pekerja yang sudah menjadi pekerja diperusahaan tersebut, merasakan manfaat yang nyata, meskipun secara tidak langsung, dimana organisasi mereka, menjadi faktor yang significant bagi diterima tidaknya seseorang yang magang untuk dapt dipekerjakan sebagai pegawai. Masih dalam konteks alternative kedua, bagaimana kutipan diatas memberikan ide nakal mengenai pemberlakuan biaya masuk yang tinggi untuk menjadi anggota serikat pekerja. Bukankah ini artinya, minat orang magang untuk menjadi anggota menjadi sedemikian tinggi, karena ada faktor penting yang dapat dimainkan oleh SP?

Ayo, kita jajagi mana yang paling pas untuk dilakukan di perusahaan masing-masing..

Semoga Bermanfaat

27 January, 2005

UNI on Care

Hari ini, Rabu, 26 Januari 2005. Sesuai dengan yang direncanakan sejak tiga minggu sebelumnya, merupakan waktu yang telah ditentukan untuk terbang ke Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Bersama dengan rekan dari SPPI (Brother Jaya Santoso) dan Sekar Perumnas (Brother H.Endang Muhtar), melaksanakan missi kemanusiaan untuk mendapatkan dan mengumpulkan data anggota SP yang berafiliasi dengan ASPEK Indonesia, yang mengalami musibah gempa dan tsunami di NAD, 26 Desember 2004, persis satu bulan lalu. Perjalanan ini sendiri, terlaksana atas bantuan finansial dari Solidarity Center.

Semoga, niat mulia dan dukungan yang sangat besar dari solidaritas internasional terkait dengan hal ini, dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa pemikiran yang dapat dikembangkan. Meminjam 3R, Tim Bank Danamon : Relief, Recovery dan Rebuild. Tampaknya missi ini akan diorientasikan kepada recovery dan rebuild, hal ini dipilih karena sebagaimana diketahui bersama, saat ini, sudah sangat banyak lembaga internasional,LSM dan tentu saja pemerintah RI sendiri, melakukan sejumlah tindakan untuk fase relief.

Apa yang hendak dicapai? Ketersediaan data aktual dan faktual, tentang nasib anggota SP, khususnya yang berafiliasi dengan ASPEK Indonesia. Sehingga, dapat dicarikan bentuk bantuan terbaik bagi korban tsunami tersebut. Sebuah kerja besar yang didukung oleh sejumlah lembaga partner ASPEK. Beberapa diantaranya adalah FES, Solidarity Center dan UNI.

Dalam pemikiran pribadi, ada beberapa rencana kerja yang layak untuk direncanakan : Pertama, membangun sarana untuk sekolah bagi anak-anak korban Tsunami, kalaupun tidak ASPEK Indonesia, harus berani untuk menjadi lembaga yang turut serta mendanai biaya pendidikan sejumlah anak tersebut, paling tidak sampai dengan SMA. Kedua, membangun "Union Center", yang akan menjadi pusat kegiatan yang terkait dengan pembangunan kembali, embrio aktivitas dan gerakan aktivitas serikat pekerja, meliputi pendataan potensi yang masih dimiliki SP, jumlah anggota dan trainer yang masih hidup, gedung dan sarana kerja lain yang masih layak digunakan. Union Center ini diharapkan menjadi tempat berkumpul seluruh potensi serikat pekerja yang lintas organisasi, lintas konfederasi, akan menjadi data center bagi rencana-rencana kegiatan union dimasa yang akan datang. Tugas terdekat adalah menjadi mitra untuk memperjuangkan hak - hak pekerja yang berhubungan dengan Jamsostek dan lembaga keuangan, seperti perbankan. Ketiga, tentu saja adalah aktivitas -aktivitas pendidikan bagi pekerja yang ada di NAD dan SUMUT. Sehingga, seiring dengan perbaikan dan pembanguna yang terjadi diAceh diiringi dengan kualitas pekerja yang kembali melek serikat.

Semoga misi ini, sebagai tim yang memiliki tugas sangat awal, untuk kerja -kerja besar lainnya dikemudian hari berjalan dengan baik dan lancar.

18 January, 2005

Terbang dengan Tiket Murah

Sabtu - Minggu, Jkt-SBY

Sebuah perjalanan yang didedikasikan untuk melakukan perawatan medis ke Malang sambil mencoba sebuah model layanan transportasi udara terbang murah, yang disediakan oleh AWAIR. Sebuah terobosan yang sangat baik dan menguntungkan konsumen. Secara substansi, yang mereka reduce untuk menciptakan tiket dengan harga murah adalah bentuk - bentuk layanan standard yang selama ini kita terima sebagai "penumpang". Tidak ada snack, tidak ada nomor kursi. Just it!

Yang lainnya? Cukup baik dan mengesankan. Menggunakan pesawat Boeing 737-400, kursi yang telah dilapisi kulit, layanan dan keramahan pramugari, dan yang penting tepat waktu! Jadi, ada hal - hal yang memang dapat ditolerir dan penumpang tidak keberatan terkurangi kenyamanannya dalam bepergian dengan transportasi udara.

Selamat atas ide ini, saya bersyukur hidup diera yang sangat kompetitif. Sehingga, konsumen memiliki lebih banyak pilihan dengan harga yang reasonable.

Perlu Bantuan Dana Pendidikan

Assalamu'alaikum,
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahNya kepada kita sekalian. Sukses, kesehatan dan kebahagiaan, semoga senantiasa mengiringi kesibukan dan aktivitas Bapak sehari-hari.


Bapak/Ibu Yang terhormat,
Melalui email ini, perkenankan saya, Dedi Nurfalaq, untuk mengetuk pintu hati Bapak/Ibu membantu saya dengan cara berderma atau menjadi donatur, bahkan sponsor keperluan studi di jurusan Ekonomi dan Keuangan Syariah Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Saya sungguh-sungguh ingin meningkatkan kapasitas dan pengetahuan saya, sehingga menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, merupakan jawaban yang harus saya tempuh. Harapannya kemudian, ilmu dan pengetahuan yang saya miliki akan bermanfaat bagi kepentingan sesama, menciptakan kualitas kehidupan yang lebih baik

Kenapa harus saya ?
Mungkin Bapak dan Ibu bertanya demikian. Jawabannya adalah karena saya kenal dan percaya bahwa selama ini Bapak/Ibu saya kenal sebagai orang yang dermawan, memiliki kepedulian yang tinggi terhadap nasib sesama. Saya yakin dan percaya, kualitas yang demikian tetap ada pada diri Bapak/Ibu sekalian.

Berapa Besarnya Biaya Yang diperlukan ?
Menurut keterangan resmi dari pihak Universitas Indonesia, biaya yang diperlukan tiap semesternya adalah Rp. 7.075.000 (tujuh juta tujuh puluh lima ribu rupiah). Khusus untuk semester pertama, masih ditambah dengan Dana Pengembangan Rp 1.000.000 dan Dana Pelengkap Pendidikan Rp 500.000. Sehingga total dana yang diperlukan adalah Rp 9.075.000(sembilan juta tujuh puluh lima ribu rupiah)

Bagaimana caranya ?
Pertama,
Saya memahami bahwa Bapak / Ibu memiliki kesibukan dan sejumlah kegiatan sosial lainnya yang mungkin juga telah menjadi beban pengeluaran Bapak/Ibu selama ini. Oleh karena itu, saya akan berterimakasih sekali berapapun partisipasi yang akan Bapak/Ibu berikan untuk mewujudkan cita -cita dan impian saya dapat menambah ilmu dan pengetahuan saya. Bantuan dapat disampaiakan melalui : PermataBank Cab. Cinere, No. Rekening 0610543642 a/n : Dedi Nurfalaq
Kedua,
Bapak/Ibu mengetahui ada person, keluarga atau lembaga yang memiliki kompetensi untuk membantu memecahkan masalah yang sedang saya hadapi, informasi inipun, akan sangat saya hargai sebagai partisipasi dari Bapak/Ibu.D
Demikian permohonan ini saya sampaikan, dengan harapan Bapak/Ibu, berkenan melapangkan hati dan meringankan bantuannya bagi saya.

Atas perhatian, keikhlasan dan partisipasi dari Bapak/Ibu saya ucapkan terimakasih. Kiranya Allah SWT membalas kebaikan Bapak/Ibu dengan balasan yang jauh lebih baik dan menitipkan rizki yang jauh lebih banyak dan kesejahteraan serta kebahagiaan yang hakiki.

Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Dedi Nurfalaq

Change Management

Adalah dua kata   sakti yang selalu digulirkan bersamaan dengan   momentum momentum berikut : merger, akuisisi, perubahan Bord of ...