03 June, 2014

Akhir Ideal Pilpres 2014



Dinamika dan political game  pada  kontestasi  Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 – 2019, minggu ini semakin tinggi tensinya dan akan terus naik hingga hari pemilihan, 9 Juli yang akan datang.  Mulai dari negative campaign hingga black campaign,  memenuhi ruang - ruang baca kita melalui berbagai sumber  dan tersimpan dalam memori kita akhir – akhir ini untuk  (terpaksa) diketahui. Bagi mereka yang kurang tertarik pada politik akan relative mudah untuk tidak aware terhadap issue – issue yang berkembang dengan langsung mendelete ataun lebih ekstrem, tidak membacanya sama sekali.  Namun, bagi  mereka yang peduli, tentu maraknya informasi yang tendensius harus dibaca secara hati-hati untuk memastikan bahwa informasi yang diterima tidak sesat dan menyesatkan dengan harapan pilihan akhir  ketika masuk ke bilik suara, kandidat yang dipilih  menjadi pilihan terbaik yang dapat  membawa kita kepada masyarakat yang Adil, Makmur dan Sejahtera.

Kematangan berpolitik dan self control of awareness  atas  [seakan – akan]  terjadi  perbedaan -  perbedaan tajam antara dua kontenstan selama proses kontestasi ini, sayangnya masih berada dilevel elite. Sementara masa akar rumput, kadang  terbius dan  terbawa secara emosional kepada level yang  paling dalam. Kondisi inilah yang menjadi kekhawatiran saya, jika  black campaign menjadi tidak terkendali.  Dia berpotensi  menjadi pemicu terbelahnya masyarakat secara  luas, sementara kita sebagai bangsa,  sedang memerlukan semangat dan wujud Kesatuan dan Keutuhan sebagai Bangsa.

Dalam dialog imajiner dengan diri sendiri,  sekiranya  Pilpres ini berakhir dengan kemenangan significant, katakanlah selisih antara 10 -12 % untuk  pasangan Prabowo – Hatta, kehidupan politik, ekonomi dan sosial kita akan berada pada level paling ideal.   Selisih angka tersebut, menurut saya “aman” untuk menghindari potensi konflik dikalangan akar rumput  yang berpotensi mendelegitimasi hasil Pilpres jika selisih hasil akhirnya beda tipis.  

Mengapa Kita Memilih Siapa ? 

  • Bagi mereka yang selama ini ngefans  dan memberikan jempol  kepada leadership style-nya Pak Jokowi, beliau akan kembali menduduki kursi DKI-1, sehingga kita akan bersama-sama menikmati  hasil kerjanya  3,5 tahun kedepan.  Artinya, beliau akan tetap menjadi media darling, kita nggak akan mencari-cari sedang apa dia dan dimana dia?  Pesta perayaan akhir tahun, tetap akan dirayakan secara meriah di jalan – jalan ibukota. Beliau masih cocok dan pas untuk melakukan blusukan  menyelesaikan masalah dan menjawab  kebutuhan masyarakat DKI Jakarta.  Sejumlah program kerja dan janji – janji kampanyenya  akan kita saksikan satu per satu terlaksana dan akan kita nikmati. Sehingga, keberhasilan menata  Jakarta menjadi “Jakarta Baru” akan bernilai 10, karena semuanya direalisasikan yang selanjutnya akan menjadi  modal politik yang  sangat berharga, jika beliau maju dalam Pilpres di tahun 2019. Tidak ada yang kehilangan dan tidak ada yang dirugikan.
  • Sementara buat mereka yang sudah jauh – jauh hari mendukung Pak Prabowo untuk menjadi Presiden, akan memiliki “harapan baru” akan leadership yang berbeda dengan gaya kepemimpinan Pak Soesilo Bambang Yudhoyono,  Presiden kita yang telah bekerja keras selama 10 tahun belakangan ini. Hadirnya kepemimpinan gaya Prabowo, akan menjadi energy baru untuk menggerakkan kembali  semangat patriotisme  dan  level keberpihakan  kepada  Bangsa sendiri. Dengan persiapan dan keinginan untuk menjadi  Pemimpin Nasional sejak 10 (sepuluh) tahun lalu, katakanlah sejak berpasangan dengan Ibu Megawati, pada Pilpres sebelumnya, hal ini membuktikan bagaimana persiapan detail telah dilakukannya dengan sangat baik. Secara politik, hal ini terbukti dengan berhasilnya Partai Gerindra yang dipelopori pendiriannya oleh beliau, mampu meraih hasil yang significant pada Pemilihan Anggota Legislatif pada tahun ini. Secara politik, beliau telah berhasil menunjukkan kualitas kepemimpinannya apalagi jika dipadukan dengan sejumlah prestasinya ketika aktif di TNI. Karena kita tahu, pasti berbeda gayanya dengan Pak Jokowi, sehingga kita akan mencium aroma udara yang berbeda, antara leadership di Jakarta dengan tingkat Nasional dan ini akan bagus.  

Sehingga, semua putra-putra terbaik bangsa, akan kembali bekerja keras sesuai dengan formasi dan kompetensinya masing-masing. Pak Jusuf Kalla (JK), kembali menjadi Ketua PMI yang penuh dengan terobosan dan ilmu-ilmu manajemen baru untuk sebuah organisasi kemanusiaan. Hal ini akan dicatat dalam sejarah Palang Merah Indonesia, dimana akses untuk mendonor semakin mudah dan dekat dengan masyarakat, modernisasi dan kelengkapan peralatan pendukung operasional penanggulangan bencana semakin banyak dan canggih. 

Begitu juga dengan Pak Hatta, dengan telah mengundurkan diri sebagai Menko Perekonomian dan menjadi terpilih menjadi Wakil Presiden, beliau  akan kembali bekerja dan  memiliki kesempatan lebih besar untuk mengimplementasikan pengalaman di birokrasinya selama kurang lebih 14 tahun belakangan ini untuk kepentingan kita bersama. Mengapa Pak Hatta?  karena Pak Jusuf Kalla sudah pernah kita ketahui prestasinya selama menjadi Wakil Presiden. Kita tahu bagaimana beliau mampu dengan cepat dan tepat menyelesaikan konflik Aceh dan Poso secara damai. 

Sebagai mantan Wakil Presiden, mantan Ketua Umum Partai Golkar, tentu beliau memiliki tanggung jawab yang besar untuk  melakukan proses kaderisasi kepemimpinan di tingkat nasional, memberikan kesempatan kepada  generasi penerusnya untuk membuktikan kualitas kepemimpinannya agar terjadi kesinambungan. Pak JK dan Pak Hatta, pernah bersama- sama dalam Kabinet, artinya, ilmu – ilmu dari Pak JK yang diserap Pak  Hatta, perlu diimplementasikan dan itu perlu media untuk mengimplementasikannya. Sehingga, kursi Wakil Presiden itu, sudah sepantasnya diberikan kepada generasi yang lebih muda, lebih bugar. 

Disinilah letak ideal dan terbaik yang diharapkan menjadi akhir dari proses kontestasi Pilpres di tahun 2014 ini. Pada akhirnya, kita harus bersabar dan memberi kesempatan kepada seluruh warga negara Indonesia untuk menentukan pilihannya.  Wallahu’alam Bishawab.

No comments:

Change Management

Adalah dua kata   sakti yang selalu digulirkan bersamaan dengan   momentum momentum berikut : merger, akuisisi, perubahan Bord of ...