24 April, 2009

Koalisi Tanpa Platform, Politik ala Republik Srimulat


Genap sudah, hasil pembangunan bidang politik yang dicapai partai politik bangsa pejuang dan pembelajaran yang dipertontonkan para politisi Indonesia kini. Setelah lebih memilih figur – figur artis untuk menjadi vote getter, dibandingkan dengan mengedepankan kader – kader partai [politik] yang memulai karir dari bawah untuk didorong menjadi anggota legislative. Hal yang lain adalah serampangannya proses pemilihan dan kaderisasi, sehingga banyak “kader partai” yang menunjukkan un predictable responses atas kegagalan mendapatkan kursi dalam pemilu legislative yang berlangsung tanggal 9 April lalu. Ini beberapa contoh: masuk rumah sakit jiwa, bunuh diri, menarik kembali sumbangan selama masa kampanye, bukankah merupakan contoh - contoh konyol kualitas calon politisi kita yang direkrut oleh partai politik disebuah Negara yang katanya Negara demokratis ketiga terbesar didunia? Pertanyaannya kemudian, akan menjadi seperti apa nasib dan kualitas bangsa kita kalo mereka jadi politisi beneran dan duduk menjadi legislator? Atau berkesempatan kemudian menjadi pemimpin di lembaga eskekutif.

Fenomena terakhir, yang cukup mengejutkan adalah, majunya Golkar untuk berkoalisi dengan PDI-P. Nampak, semangat berpolitik para politisi kita semata berkutat pada persoalan merebut kekuasaan an sich. Tidak ada pendidikan dan contoh yang menunjukan bahwa berpolitik adalah perkara perjuangan ideologi dan menularkan ruh – ruh perjuangan untuk mempertahankan arah pembangunan dan konsep dasar yang diyakini harus dilaksanakan. Memperjuangkan nilai – nilai luhur dan memperebutkannya untuk mengaplikasikannya dan pada akhirnya membawa manfaat untuk kepentingan masyarakat luas. Sejatinya sebuah perjuangan, kadang harus menunjukkan sikap rela untuk mengalah, sabar menjalani proses pahit dan harus rela memberi kesempatan orang lain untuk menunjukkan konsep yang ditawarkannya. Kalkulasi dan koalisi politik yang beredar belakangan, sangat jelas menunjukkan tidak adanya pertimbangan yang berhubungan dengan ideologi partai, model dan orientasi pembangunan yang dipilih, dan hubungan internasional yang akan dijalin. Semuanya semata dihitung berdasarkan matematika dagang. Karena syaratnya harus 20% untuk bisa mengajukan Calon Presiden, maka siapapun dan partai apapun boleh bergabung sepanjang bisa memenuhi persyaratan.

Dampaknya terhadap kualitas bangsa

Pragmatisme! Adalah mentalitas yang akhirnya tertanam dalam masyarakat, dalam bahasa dan pendekatan lain mungkin bisa disebut sebagai mental disorder. Pragmatisme adalah perilaku yang lekat dan dekat dengan budaya instant yang tidak menghargai proses, tidak mengapresiasi kristalisasi keringat (begitu Tukul Arwana, bilang) seseorang. Lalu lintas yang tidak teratur, acap kali semrawut adalah contoh paling gampang untuk disampaikan. Karena masyarakat dikasih pelajaran, selamatkan dirimu sendiri aja lah. Kita tidak pernah diberi tahu melalui contoh kongkrit, oleh kebanyakan para politisi kita ada mekanisme dan realitas dimana kita harus mengalah dan mengakui kekalahan dalam memperjuangkan sesuatu.

Turunnya gengsi politisi! Karena masyarakat menjadi paham dan mengerti, bahwa menjadi politisi ternyata lebih banyak untuk urusan – urusan yang berhubungan dengan mata pencaharian, merebut dan mempertahankan kenyamanan semata. Menjadi politisi, dalam hal ini menjadi anggota legislative, tak ubahnya antri untuk menjadi “Indonesia Idol” atau berebut dan bertarung pekerjaan di “Job Fair” di kampus-kampus. Tidak ada lagi contoh yang mengajarkan kepada kita, bahwa menjadi politisi adalah panggilan jiwa untuk meningkatkan harga diri dan martabat bangsa dan memperbaiki kualitas hidup rakyatnya. Kenapa begitu? Ya..liarnya poros-porosan , koalisi – koalisian, yang sama sekali nggak ada kesamaannya dengan platform pembangunan, visi dan ruh partai, apa itu bukan dagelan? Wallahu’alam bisshawab.


Foto credit: http://kopidangdut.files.wordpress.com/2007/08/tawa-merah-putih.jpg

No comments:

Change Management

Adalah dua kata   sakti yang selalu digulirkan bersamaan dengan   momentum momentum berikut : merger, akuisisi, perubahan Bord of ...