09 June, 2008

Ahmadiyah dan Kekerdilan Pemerintah Kita

Insiden 1 Juni 2008 di kawasan Monumen Nasional, dan rangkaian peristiwa ikutannya, menjadi bukti nyata dimana keberpihakan pemerintah regim ini. Tak puas dengan kebijakan menaikan harga BBM, pemerintahan yang dipimpin SBY-JK ini melengkapi kepatuhannya kepada kepentingan asing dengan membiarkan Ahmadiyah dalam posisi yang menggantung, tanpa keberanian untuk mengeluarkan keputusan berupa SKB yang menurut Jaksa Agung, sudah siap untuk dikeluarkan. Insiden (kekerasan dan penyerangan) di Monas, harus menjadi keprihatinan kita bersama, tetapi semoga kita tidak kehilangan pandangan akan akar masalahnya. Akar masalah yang sebenarnya adalah “kedunguan” pemerintah dalam menangkap aspirasi masyarakat yang dicampur dengan “ketololan” berlebihan dalam mengikuti kepentingan asing, terkait dengan ajaran sempalan yang bernama Ahmadiyah. Lambatnya pemerintah mengeluarkan larangan terhadap ajaran Ahmadiyah, menjadi “kata kunci” yang harus menjadi desakan kita bersama kepada pemerintah, agar permasalahan ini menjadi cepat selesai dan jernih solusi yang dipilihnya. Konflik horizontal yang terjadi di Jakarta, bukan tidak mungkin akan merembet ke tempat –tempat lain, solidaritas massa karena issue agama, dibelahan bumi manapun dan kapanpun menjadi bahan bakar paling efektif untuk menyulut kerusuhan massa. Tentu saja kita tidak rela hal ini akan terjadi lagi, saat ini, kala kelaparan dan beban hidup yang semakin berat karena kenaikan harga BBM, telah merenggut sejumlah nyawa saudara-saudara kita.



Orientasi kebijakan yang mengedepankan kepentingan asing, dalam konteks Ahmadiyah adalah kepentingan Inggris dan Amerika Serikat, menjadi bukti yang terang benderang bahwa patriotism dan semangat 100 Tahun Kebangkitan Nasional yang baru saja digelar, sama sekali tidak berbekas, alias kamuflase belaka. Bagaimana mungkin, sudut pandang, aspirasi dan kajian mendalam yang telah dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Forum Umat Islam (FUI), yang telah bulat menyatakan Ahmadiyah telah melanggar kaidah pokok agama Islam, dibiarkan saja? Tidakkah SBY dan JK sadar, ada sebuah proses penelitian dan pengamatan panjang yang telah dilakukan, tak terbilang, buku – buku dan kitab referensi yang telah dikaji, hingga pada akhirnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah untuk segera melarang ajaran Ahmadiyah. Jika bukan karena adanya kepentingan asing, alasan apalagi yang hendak diujarkan? Tidakkah sudah pada tempatnya, kalangan umaro mendengarkan pendapat ulama, untuk masalah – masalah yang terkait dengan urusan peribadatan dan keimanan? Jika umaro sudah tidak lagi mau mendengarkan pendapat ulama, sebagai bagian dari warga Negara, rasanya kita harus bersiap –siap untuk melantunkan istighfar bersama-sama, memohon perlindungan dari Allah, Azza wa Jalla, agar azab dari Allah SWT, tidak kembali menimpa bangsa ini. Apakah masih tidak cukup sejumlah bencana alam yang mendera bumi pertiwi sejak 2004 hingga tahun 2007 untuk memberikan peringatan kepada para pemimpin Negara ini untuk segera bertaubat dan kembali “amanah”, menjalankan tugas bekerja sekuat tenaga untuk kepentingan rakyat Indonesia? Dan bukan untuk kepentingan rakyat Negara lain?



Dalam konteks politik, jelas hal ini bukan kebijakan cerdas, bagaimana mungkin, aspirasi dari pemilih mayoritas, dibiarkan berlalu bagaikan lolongan anjing ditengah hutan? Semoga saja, para pemilih mayoritas di Republik ini, tidak mengidap penyakit mudah lupa. Sehingga, kebijakan –kebijakan yang diambil oleh pemerintah saat ini dan telah merugikan dirinya dan komunitasnya, akan terus diingat untuk menjadi pertimbangan dan referensi dalam memilih pada masa pemilihan anggota dewan dan presiden tahun 2009 nanti. Apakah sedemikian bodohnya, rakyat Indonesia mencerna kalkulasi politik ini? Saya berdoa, semoga tidak. Karena jika tidak mampu mengambil pelajaran penting dari dua kebijakan yang telah diputuskan pada saat yang nyaris bersamaan: menaikkan harga BBM dan membiarkan Ahmadiyah, untuk referensi memilih di tahun 2009, artinya bencana itu memang telah dipilih sendiri oleh masyarakat bangsa ini.

1 comment:

Akhyari said...

saat ini,kita harus bersatu melawan MEDIA, terutama TV yang provokatif. Musuh mereka jelas....KITA !

Change Management

Adalah dua kata   sakti yang selalu digulirkan bersamaan dengan   momentum momentum berikut : merger, akuisisi, perubahan Bord of ...