15 August, 2007

Mempercayai Indonesia Kita

Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 62, akan jatuh pada tanggal 17 Agustus 2007, saya ingin menikmati hak saya sebagai warga negara untuk berfikir dan menuliskan harapan - harapan saya sebagai pemegang passport yang diterbitkan Negara ini.
Tiga hari yang lalu, seorang tahanan politik era Soeharto yang tinggal di Paris, membuat sebuah tulisan yang dipublish melalui salah satu mailing list, bagaimana dia melihat kualitas kepemimpinan Soeharto dibandingkan dengan Soekarno. Tulisan yang mencerahkan tentang bagaimana menyikapi 17 Agustus, menurut versi beliau, dalam mainstream kepemimpinan. Pagi tadi, sahabat saya, Akhyari yang sedang "menjadi Indonesia" dengan menikmati kunjungannya ke Pulau Sabang, mengirimkan iklan TV yang dipersembahkan perusahaan rokok kretek besar di Kediri menyambut 62 tahun Indonesia. Empat malam yang lalu, Gede, tetangga saya di Sawo Griya Kencana yang menjadi Koordinator panita peringatan HUT RI dilingkungan saya tinggal, mampir kerumah memastikan bahwa saya bisa meminjam LCD kantor untuk nonton bareng film dokumenter tentang bagaimana masyarakat Ambon membangun kembali rasa persaudaraannya pasca kerusuhan, yang akan ditayangkan dalam acara Malam Renungan tanggal 16 Agustus yang akan datang bersama dengan tetangga.
Baliho, spanduk, bendera dan lomba membuat gapura yang disponsori salah satu TV swasta Nasional, adalah pemandangan lain yang kita rasakan minggu - minggu belakangan ini. Semarak dan gegap gempita, menyambut datangnya 17 Agustus 2007. Ada optimisme dan kerelaan untuk berkarya. Sebuah modal dasar untuk menjadi bangsa yang besar. Kita harus bersyukur dan terus memelihara sikap mental yang baik ini, sehingga kita memiliki daya tahan dalam menghadapi sejumlah kesulitan yang kerap terjadi dalam hidup dan kehidupan kita sebagai warga negara.

Bagaimana agar tidak menderita?
Permasalahannya kemudian, sampai kapan kesulitan-kesulitan ini masih harus kita rasakan? Mengapa kita sebagai warga negara yang dikaruniai sumberdaya alam melimpah dan jumlah penduduk yang besar ini, masih saja terus menderita? Sulit mendapatkan beras, kualitas pendidikan yang masih terpuruk, antrian panjang hanya untuk mendapatkan minyak tanah, masih terlihatnya para pengamen jalanan dan pengemis anak, merupakan fakta dan keseharian yang masih lekat dalam mata dan pendengaran kita hingga hari ini. Sementara kita sebagai bangsa sudah merdeka selama 62 tahun? Menurut hemat penulis, ada tiga hal yang harus kita selesaikan bersama agar bangsa ini bisa menjadi besar dan mampu mensejahterakan warganya, artinya tidak lagi menderita, sebagaimana yang telah mampu diberikan oleh Singapura, Brunei Darussalam atau Switzerland, misalnya. Tiga hal dimaksud penulis adalah:

  1. Pembangunan karakter sebagai bangsa yang besar
  2. Keberpihakan kepada kepentingan rakyat dalam arti yang sebenarnya
  3. Penegakan Hukum yang konsisten tanpa pandang bulu dan terus menerus

Pembangunan karakter
Pembangunan karakter bangsa, yang sempat didengungkan oleh Soekarno dengan istilah nation character building jelas merupakan tanggung jawab pemimpin negara, entah itu presiden, Perdana Menteri atau bahkan Raja dan para Emir di belahan Timur Tengah. Kalaupun sulit untuk memberikan kepercayaan ini kepada pemimpin bangsa, ya sudahlah mari kita lakukan untuk masing-masing diri kita. Toh bukankah kita sepakat, bahwa kita adalah pemimpin, setidaknya, untuk diri kita? Sehingga, pada diri kita masing -masing haruslah tersemai karakter orang - orang yang maju. Displin, jujur, kerja keras dan menghargai keberadaan orang lain dengan keanekaragamannya adalah karakter kunci yang harus kita miliki, sejak hari ini dan terus berkembang secara konsisten dimasa yang akan datang. Sehingga karakter kita sebagai warga negara Indonesia, sama dengan karakter warga negara yang sudah maju lainnya. Tidak bisa tidak, jika kita tidak menganggap penting hal ini, kita akan semakin jauh tertinggal dalam percaturan global. Mari kita bayangkan bersama, apa jadinya bangsa ini jika kita tidak menyegerakan karakter ini? Sementara sumber daya alam pasti habisnya, sementara karakter sebagai bangsa yang maju belum atau bahkan tidak pernah terbentuk? Habislah kita dimakan jaman, semoga tidak hanya menjadi catatan sejarah, bahwa pernah ada, suatu masa sebuah bangsa dan Negara yang bernama Indonesia. Seperti pernah tercatatnya menurut sejarah ada kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Pasundan

Keberpihakan kepada kepentingan rakyat
Bangladesh, terharumkan namanya karena memiliki sosok Muhammad Yunus yang secara konsisten berpihak kepada saudaranya yang lemah dan miskin. Uni Eropa dan Amerika, mendapat keuntungan dari perdagangan global karena memberikan proteksi kepada peternak dengan cara memberi subsidi pakan kepada hewan ternaknya. Oprah Winsfrey semakin kaya raya karena senantiasa memberi sesuatu dan membantu memecahkan masalah yang dihadapi mereka yang lemah dan teraniaya. Ibu Dian Al-Mahri, pemilik kawasan dan pendiri Masjid Kubah Emas di kawasan Meruyung, Limo Depok, adalah figur yang sejak dahulu dikenal pemurah kepada orang lain dan terutama jamaah kelompok pengajiannya. Dalam konteks negara, tentu saja keperpihakan itu dapat dicerminkan dalam kebijakan - kebijakan yang dikeluarkannya. Dan yang lebih penting diimplementasikan dalam tataran kerja. Saat ini, rasanya, kebijakan yang berpihak secara sungguh - sungguh untuk kepentingan rakyat yang lemah dan terpinggirkan masih dapat dihitung dengan jari. Itupun masih dapat dicium sebagai indikasi Selebihnya, lebih banyak kebijakan yang dibuat lebih memberikan keuntungan kepada pemilik modan dan warga kaya kebanyakan. Sejumlah contoh diatas, semoga menginspirasi kita semua, apa yang dapat kita berikan kepada orang lain yang lemah yang ada disekitar kita. Anda lah yang paling tahu, apa yang mampu Anda diberikan untuk saudara - saudara yang membutuhkan disekitar kita.

Penegakan Hukum
Saya sedang menikmati dalam diri saya adanya kepercayaan, bahwa aparatur penegak hukum yang dimiliki Republik ini, mulai menunjukkan kualitasnya sebagai penegak hukum yang profesional dan amanah. Tentu belum semuanya berjalan dengan baik dan benar, tetapi perlahan namun pasti, saya mulai disuguhi sejumlah prestasi dibidang ini. Semoga prestasi ini semakin jelas dimasa yang akan datang. Apa yang bisa kita lakukan? Menurut Anda, apa? Bagaimana kalo kita mulai dengan membuang sampah ditempatnya? Atau bekerja dan mengambil jam instirahat sesuai peraturan perusahaan yang kita sepakati untuk kita penuhi dalam kontrak kerja? Yang agak berat mungkin, memenuhi kewajiban kita sebagai pemeluk agama tertentu? Jika, "hukum - hukum dalam skala kecil" tersebut dapat kita tegakkan dalam diri kita masing-masing, saya koq sangat percaya, hukum - hukum besar yang mengatur kehidupan kita akan juga tertata dan terlaksana dengan baik. Mengapa saya yakin? Kalau kita sebagai pribadi terbiasa untuk menaati "hukum- hukum kecil", kita akan punya energi dan keberanian untuk melakukan protes terhadap penyimpangan - penyimpangan yang terjadi pada "hukum - hukum besar". Dalam bahasa sosiologi ini disebut sebagai pressure group, kelompok penekan. Sekumpulan orang yang peduli terhadap hal - hal yang terjadi disekitarnya.


Menurut hemat penulis, jika ketiga hal diatas dapat kita laksanakan dengan sepenuh hati dan sungguh - sungguh dan dalam diri kita masing- masing, kalo kita masih bisa mempercayai Indonesia, sebagai tempat hidup dan berkarya. Kenapa? karena karya 3 stanza yang ditulis W.R Supratman menjadi bukti baru bagaimana sesungguhnya karakter dan sikap dasar manusia Indonesia terhadap bangsa dan negaranya. Cobalah sempatkan waktu untuk menyelaminya dengan sepenuh hati... Indah sekali.

Sekali Merdeka Seharusnya Merdeka Betulan !!

Catatan: Tulisan ini merupakan pengembangan dari tulisan yang pernah dimuat dalam blog.friendster penulis

Change Management

Adalah dua kata   sakti yang selalu digulirkan bersamaan dengan   momentum momentum berikut : merger, akuisisi, perubahan Bord of ...