05 March, 2007

Belajar Nasionalisme dari Thailand


Dinamika sebuah bangsa, tidak bisa lepas dari karakter para pemimpinnya. James G. Hwee, salah seorang inspirator yang mengisi SMART Motivation, menyatakan bahwa great leader adalah orang yang memiliki keberanian untuk berbeda dengan kebanyakan orang. Seseorang yang dengan berani untuk menyampaikan sesuatu dan memegang teguh apa yang diyakininya, meskipun mendapat tentangan dari pihak lain. Kita pernah punya, Soekarno, founding father bangsa Indonesia yang dengan gagah berani kala itu, mengkampanyekan pembangunan poros "Jakarta - Peking", untuk menandingi dominasi Amerika dan sekutunya. Singapura, pernah punya (dan masih) Lee Kwan Yeu, yang berani untuk menyatakan bahwa mereka hendak memisahkan diri dari Malaysia. Kemudian, Bangladesh, baru saja memiliki Moh. Yunus, yang mendapat Nobel Perdamaian karena keberaniannya untuk berbeda dengan model pemberian kredit konvensional, dia berani gagas dan terapkan secara konsisten, pemberian kredit tanpa agunan
Pernyataan dan contoh - contoh tersebut, mendapat pembenaran baru akhir - akhir ini. Mengapa? Adalah PM Thailand Surayud Cholanont, yang berani menyatakan akan melakukan nasionalisasi terhadap Shin Corp, sebuah perusahaan telekomunikasi Thailand yang dijual oleh mantan PM Thaksin kepada Temasek Corporation. Tentu saja, pernyataan ini mampu membangkitkan rasa nasionalisme baru bagi warga Thailand, pasti akan mendapat dukungan politik, mudah - mudahan akan diikuti dengan dukungan ekonomi. Mengapa? karena kata "nasionalisasi", terhadap sebuah entitas bisnis merupakan kata yang terdengar agak aneh dalam kamus kapitalisme. Bagi kapitalisme, tidak perlu nasionalisme, sediakan uang yang cukup dan kita mampu memiliki asset sebuah entitas bisnis.

Dalam kesempatan terpisah, PM yang memimpin kudeta militer terhadap kepemimpinan PM Thaksin ini, menyatakan bahwa ada masalah mendasar yang menyebabkan dirinya harus mengkudeta kepemimpinan Thanksin, yaitu, telah hilangnya nasionalisme dalam diri Thaksin. Nasionalisme yang dimaknai dengan keputusan Thaksin untuk menjual Shin Corporation kepada Temasek, milik pemerintah Singapura.


Bagi Surayud, keputusan Thanksin sebelum terjadinya kudeta, telah melukai harga diri bangsa. Sebagai sebuah perusahaan telekomunikasi yang sangat berpengaruh dan dibanggakan warga Thailand, tidak sepantasnya harus dijual kepada pihak asing. Dia harus dipelihara dan dipertahankan untuk tetap menjadi asset nasional. Terlebih proses penjualan ini, diwarnai dengan sejumlah ketidakwajaran, yang konon kabarnya tidak disertai dengan pembayaran pajak kepada negara.


Ternyata, rasa luka itu tidak cukup dengan hengkangnya Thaksin, ketika situasi politik mulai stabil dibawah kendali Surayud, dia berencana untuk melakukan nasionalisasi terhadap Shin Corp. yang menurut kalkulasinya berpotensi untuk menelajangi proses komunikasi yang dilakukan oleh militer Tahiland oleh pihak pemerintah dan militer Singapura. Terhadap pernyataan ini, tentu saja pihak Singapura membantahnya. Karea sudah pasti, tidak akan pernah ada, proses dan mekanisme intelejen yang jujur dan terbuka. Sebuah keberanian politik yang cukup memadai ditengah kalkulasi hukum ekonomi yang normal. Mengapa? karena menurut kaidah ekonomi, penguasaan atau kontrol terhadap entitas bisnis, hanya mensyaratkan kemampuan [pemerintah Thailand] untuk melakukan buy back atas saham yang telah dimiliki oleh Temasek. Jadi, ada uang ada barang. Tetapi, Surayud berusaha untuk 'menjajal sesuatu' dan melakukan perlawanan terhadap hukum ekonomi tadi. Dia bukan tidak tahu dan tidak mengerti, tetapi dia berani menggagas hal baru, atas nama nasionalisme.
Hasilnya akan seperti apa? tentu kita perlu memberi waktu. Menurut saya, bagi Pemerintah Singapura, yang ekonomis dan efisien, sepanjang harga saham Shin Corp. masih mampu menjadi mesin ekonomi, dia pasti akan pertahankan. Bukan karena pertimbangan politik, tetapi pertimbangan dan kalkulasi ekonomi yang harus dilakukan untuk menunjukkan nasionalismenya sebagai pemerintah Singapura. Fenomena ini, bagi saya pribadi, adalah pelajaran yang berharga bagi para pemimpin bangsa, dimana pendekatan ekonomi dan pendekatan politik, sepanjang itu memberi manfaat bagi warga negaranya harus dilakukan, meskpiun orang lain menentangnya. Tinggal bagaimana tingkat kecerdasan dan keberanian para pemimpin untuk berdiri tegak melawan 'lawan -lawannya', atas nama bangsa dan rakyat yang memberikan mandat kepada dirinya.

Change Management

Adalah dua kata   sakti yang selalu digulirkan bersamaan dengan   momentum momentum berikut : merger, akuisisi, perubahan Bord of ...