Setelah menanti lebih dari 6 (enam) bulan, akhirnya spekulasi perombakan Kabinet Indonesia Bersatu, diumumkan hari ini, Senin 7 Mei 2007, pukul 15.00 WIB di Istana Presiden. Dari pendekatan atau sudut pandang politik, perombakan ini memenuhi harapan. Dimana para Menteri yang dianggap bermasalah menurut permainan politik, karena mendapat sorotan yang tajam dari masyarakat, seperti Mensesneg, Yusril Ihza Mahendra dan Menkum dan HAM, Hamid Awaluddin, sukses meninggalkan kursinya. Sayangnya, ada menteri yang sebenarnya juga kurang cakap dalam mengemban amanat, ternyata masih dipertahankan seperti Aburizal Bakrie dan Hatta Rajasa. Hatta Rajasa, pindah menempati posisi sebagai Menteri Sekretaris Negara, menggantikan Yusril. Kegagalan beliau ketika menjabat sebagai Menhub ternyata dapat membatalkan perkiraan orang akan lengsernya beliau dari kursi Menteri. Kalkulasi ini, tak akan lepas, dari pertimbangan politik dimana PAN tetap diperlukan untuk menjadi faktor yang diharapkan tetap solid memberikan dukungan kepada pasangan SBY-JK. Begitu juga dengan keberadaan Ical yang menjadi salah satu tokoh berpengaruh di Partai Golkar.
Tidak akan ada perubahan yang berarti bagi kebanyakan warga negara Indonesia, dari perombakan kabinet kali ini. Mengapa? Karena bagi rakyat, perombakan kabinet harus memberi perubahan gradual yang nampak atas sejumlah kebutuhan dasar yang masih sulit didapatkannya. Hal - hal normatif yang diharapkan adalah kesempatan untuk bekerja, meningkatnya kualitas hidup dan kemudahan mendapatkan akses pelayanan umum, kesehatan dan pendidikan. Hal ini nampak dari tidak ada perubahan sama sekali di tim ekonomi dan tim yang bertanggungjawab langsung kepada agenda kerja bagi kesejahteraaan rakyat. Menteri Keuangan, Menteri Ekonomi, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, tetap utuh tak ada yang tersentuh. Dalam konteks kepentingan global, mungkin saja, hal ini dianggap paling baik untuk menciptakan stabilitas ekonomi, tinggal bagaimana Indonesia mengambil manfaat atas pengorbanan terhadap kepentingan stabilitas perekonomian global memiliki dampak langsung terhadap realitas dan kebutuhan perekenomian nasional dan yang jauh lebih mendasar lagi, kesejahteraan rakyat yang memberikan mandat dan kekuasaan.
Ada yang menarik secara personal buat saya, dipindahkannya Sofyan Djalil dari pos Menkoinfo menjadi Meneg BUMN. Sebagai orang yang memimpin BUMN, tentu saja beliau diharapkan mampu menciptakan terobosan kebijakan yang mampu mendatangkan keuntungan significant dan memberi kontribusi terhadap pos penerimaan APBN. Latarbelakang beliau, dan pengalaman birokrasi di kementrian yang mengurusi hal - hal yang terkait dengan informasi dan komunikasi, apakah cukup "capable" untuk bertindak seperti para profesional di bidang - bidang BUMN yang sangat beragam?. Mungkin, hal ini semata karena keterbatasan saya dalam mengenal Pak Sofyan Djalil. At least, ada harapan yang layak untuk dikemukakan dalam kesempatan ini, intensitas beliau ketika menjabat Menkoinfo dalam organisasi Tiga Pilar Kemitraan, yang mengkampanyekan dan memperjuangkan praktek bisnis yang BTP (Bersih, Transparan dan Profesional) dapat terus dipelihara dan dikembangkan dalam lingkungan BUMN. Sehingga, efisiensi yang telah dimulai oleh Pak Soegiharto dapat dilanjutkan dengan prkatek pengelolaan BUMN yang memenuhi kaidah BTP. Dalam waktu dua setengah tahun kedepan, mungkinkah kita memiliki lebih banyak BUMN yang tangguh seperti BUMN yang dimiliki pemerintah Singapura?
Optimisme dan prasangka baik, tetap akan saya tumbuh kembangkan terhadap para pemimpin bangsa ini, semoga amanat yang diberikan dapat diemban dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan tingkat kehidupan yang semakin baik bagi rakyat kebanyakan, termasuk saya tentu saja.[*]