The essence of silaturahmi, [kembali membuktikan manfaatnya] dan ternyata memang sehat bagi jiwa. Jiwa yang dahaga akan motivasi dan dukungan, jiwa yang haus akan penerimaan dan apresiasi. Karena dalam proses silaturahmi yang baik, tentu akan ditemukan sekaligus terpenuhinya kebutuhan manusia yang saya sebutkan tadi: dukungan dan penerimaan. Mendukung asa dan harapan yang diinginkan untuk dicapai oleh orang lain disaat yang bersamaan juga mampu menerima apa adanya keberadaan dan eksistensi orang yang menjadi teman silaturahmi kita. Kebermaknaan hidup akan tumbuh ketika keberadaan kita, bermakna bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Sekecil apapun kontribusi dan manfaat yang dapat kita berikan bagi orang lain tersebut.
Sabtu dan Minggu, 8-9 Maret 2008, Alhamdulillah beberapa perjalanan silaturahmi dapat dilakukan, dan saya bersama keluarga bersyukur kepada Allah SWT, masih diberi kekuatan dan kemampuan untuk melakukannya.
Bulutangkis, ya olahraga bulutangkis di Sport Center kompleks dimana saya tinggal saat ini, bersama tetangga kompleks lainnya dan seorang sekuriti. Sebuah aktifitas dan ritual Sabtu pagi, yang sayang kalo ditinggalkan. Silaturahmi yang menyegarkan jiwa, disamping segar karena berolahraga, pertemuan dengan tetangga ini juga membawa manfaat karena kita bisa berbagi apa saja yang terkait dengan kondisi keluarga masing-masing dan situasi perumahan. Kadang sharing permasalahan di tempat kerja yang kebetulan tidak sama profesi dan indstrinya. Berbagi masalah dan berbagi informasi. Yang terjadi dihari sabtu lainnya adalah kesempatan untuk meluapkan kekesalan dengan berteriak keras, kala shuttlecock tak berhasil dikembalikan atau ketika lawan main, lebih cermat menempatkan bola, menjadi cara tersendiri membangun jiwa dan semangat sportivitas. Bentuk silaturahmi kontemporer, saya membahasakannya.
Sabtu malam, memenuhi undangan dari salah seorang guru di bangku Sekolah Dasar, Ibu Sumiyati namanya. Beliau menikahkan putri keduanya dan mendapatkan suami dari Tasikmalaya. Kebahagiaan yang nampak dari raut wajahnya atas kehadiran muridnya, menghilangkan rasa lelah saya menempuh perjalanan yang tidak terlalu jauh, dari Limo-Depok ke Pedurenan, Bekasi. Sebuah tempat dimana saya tumbuh dan berkembang, sebelum saya tinggalkan karena kebutuhan untuk meneruskan kuliah di Bandung.
Minggu pagi menjelang siang, bersama dengan Tasya, Bulan dan Bintang (ketiganya adalah para malaikat kecil yang menghiasi hari-hari saya saat ini) , kami naik Honda, motor adik saya dan keliling ke beberapa tempat dimana saya biasa menghabiskan waktu senja kala kecil ketika hari sabtu dan hari libur lainnya. Hari Senin - Jum'at, selepas sekolah di SD Pedurenan, saya meneruskan mengaji di Madrasah Ibtidaiyah, Nurul Hidayah, namanya. Masih di Pedurenan, perjalanan menyusuri lapangan bola dan pematang sawah yang sekarang sudah tidak lagi berfungsi sebagai sawah untuk menanam padi, diteruskan dengan rute untuk bersepeda di kompleks perumahan Duren Jaya namanya, saya lalui dengan kenangan indah yang tentu saja tidak perlu saya ceritakan untuk anak-anak saya saat ini.
Minggu siang, makan siang bersama keluarga besar Rike dan Denny, kurang lebih 35-40an orang bersama menikmati makan siang yang dimasak sendiri. Ada yang kebagian masak nasi, rendang, perkedel, lalapan, sambal dan dan sejumlah penganan pelengkap serta buah - buahan lainnya. Semuanya mendapat tugas dan dikumpulkan menjadi sebuah menu istimewa siang ini. Semuanya memiliki acara pada siang ini, karena semuanya memberi kontribusi dalam bentuk makanan yang dikumpulkan dan dinikmati sama-sama. Sungguh indah dan membahagiakan. Kebahagiaan yang lain, tentu saja menjadi miliki Denny Achmad Furqon dan Rike Ramadiyanti, yang telah memiliki calon baby, karena dokter menyebutkan bilangan 4 bulan kepada jabang bayi yang dikandung Rike.
Terakhir minggu malam, berjumpa dengan para "sesepuh kampung" dan tetangga yang dibungkus dalam acara pengajian untuk mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas telah berusia 4 bulannya janin yang dikandung, Rike istri Denny Achmad Furqon, adik saya. Beberapa sahabat dan teman main saya ketika kecil, nampak hadir. Supangkat, adik angkatan sekolah dan ngaji saya, telah tumbuh menjadi asisten Ustadz untuk memimpir dzikir, sementara H. Arin Suherman, yang kala itu bekerja sebagai Satpam di Bridgeston / Lion, menikmati hari pensiunnya dengan menjadi ustadz dilingkungan saya ketika kecil, semoga menjadi khusnul khotimah, seperti Gitto Rollies. Nampak ada Doddy, dialah yang mengajari sekaligus meminjamkan sepedanya kepada saya, sehingga saya bahagia sekali bisa naik sepeda roda dua, pertama kali waktu itu.
Perjalanan silaturhmi yang saya lakukan dua hari itu, sungguh bermakna dan saya bahagia karenanya. Saya telah merasakan manfaat dari esensi silaturahmi, sekarang giliran Anda.