Seperti yang sudah saya prediksi, perjuangan yang dilakukan Sarwono - Jeffrie, memang tidak membuahkan hasil saat ini. Peluang munculnya kandidat independen dalam Pilkada maupun Pilpres, ternyata masih memerlukan upaya yang panjang dan seharusnya, dijadikan agenda yang serius bagi siapa saja yang menginginkan model demokrasi yang mendekati tingkat sempurna. Landasan hukum normatif yang sekarang ada belum memberi peluang. Harus melampaui rangkaian kerja politik berupa perubahan Undang - Undang dan ini tentu memerlukan waktu dan biaya yang besar.
Kalkulasi realitas politiknya, tentu saja upaya ini akan mendapat perlawanan dari penggiat politik, saudara kita sesama anak bangsa yang telah menceburkan dirinya dalam Partai Politik. Kandidat independen, pasti tidak akan dimuluskan oleh mereka, karena jika itu terjadi, tentu saja sebagian dari fungsi partai politik, sebagi mesin kaderisasi, menjadi hilang.
Konsekuensinya, komunitas yang rasional pada pemilih Jakarta, terpaksa harus gigit jari. Calon independen, siapa pun itu, yang diharapkan menjadi alternative baru untuk membenahi Jakarta pupus sudah dalam harapan. Mereka akan dipaksa atau terpaksa memilih kandidat yang telah mendaftar dan diverifikasi oleh KPUD.
Foke VS Adang
Kembali kepada dua kandidat yang akan bertarung memperebutkan DKI-1, dalam kacamata dan kemampuan berfikir saya, dengan kondisi dimana regulasi membuat gagal munculnya kandidat independen, peluang Foke untuk menang menjadi lebih besar. Mengapa? kubu Adang, gagal untuk berkalkulasi bahwa suara yang berada pada masa mengambang akan masuk kedalam kubu calon independen. Harapan PKS, jumlah suara yang masuk akan terbagi menjadi tiga bagian besar: Foke, Adang dan Calon Independen.
Dengan kondisi sekarang, jumlah suara yang telah dihedging, katakanlah sebanyak 20% sebagai jumlah kader laten PKS akan berhadapan langsung dengan jumlah suara yang diklaim sebagai massa koalisi Jakarta. Sehingga tim yang dulunya bernama Partai Keadilan ini, harus memperjuangkan agar massa mengambang, yang berharap adanya calon independen tadi dan mengalami kebingungan, antara tidak memilih atau memberikan suara ke Foke atau Adang menjadi memilih Adang.
Bagi kubu Adang, pekerjaan ini gampang - gampang susah. Bagi mereka yang PKS phobia, dan masih ingin hidup di Jakarta sebagaimana dirinya saat ini: hura-hura, nyerempet-nyerempet dalam gaya hidup zona merah, seperti judi dan prostitusi, tentu agak was was, akan seperti apa kehidupan saya jika Adang yang jadi gubernur? Akankah ada pelarangan dan penutupan rumah judi misalnya?. Belum lagi para bandar besar dan kecil yang mengambil untung dari kehidupan malam tersebut. Disisi yang lain, kader laten PKS, tentu saja punya cita -cita mulia, mengapa mereka bergabung dan memilih PKS? Agar tata kelola hidup masyarakat menggunakan kaidah yang diyakini mereka benar, yaitu Islam sebagai rahmatan lil'alamiin. Artinya, sangat wajar jika mereka berhadap - melalui partainya - segala kemaksiatan dan kemungkaran dapat diberantas sesegera mungkin.
Berada pada kondisi ini, antara kebutuhan untuk meraih suara dari bukan massa atau kader laten dengan cara membuat mereka tidak khawatir akan gaya hidupnya akan berubah dan meneguhkan visi perjuangan partai yang juga harus secara istiqomah ditunjukkan kepada kadet laten tentu perlu ijtihad politik dari Dewan Syuro PKS. Mana yang akan dipilih? Rapat Dewan Syuro lah yang akan menentukan. Pilihan prgamatis jangka pendek untuk memenangkan DKI-1 atau visi partai jangka panjang? Ini adalah godaan.
Kondisi tersebut, tidak jadi beban bagi kubu koalisi Jakarta yang memang plural dan tidak memiliki akar ideologis dan pertimbangan spiritual . Sehingga, perjuangan memperbesar suara relatif lebih mudah dilakukan. Apa yang menjadi kebutuhan dan gaya hidup pemilih sudah pasti akan dijanjikan untuk dipenuhi dan diamini. Tanpa harus mempertimbangkan banyak hal, yang penting ada komitmen untuk mendukung deal politik sesaat pasti akan terjadi dengan mudah. Karena pada dasarnya, problem yang dihadapi dan solusi yang diinginkan oleh pemilih Jakarta, sama saja. Peluang kerja, perbaikan kualitas layanan kesehatan dan akses mendapatkan pendidikan serta keamanan adalah masalah yang sama dihadapi dan harus dipecahkan oleh DKI-1. Tinggal bagaimana cara yang dijanjikan akan dilakukan itu yang diperjual belikan dalam kampanye mendatang. Ketika masuk ruang cara inilah, ada yang berani berjanji akan melakukan apa saja dan seharusnya, ada yang bilang akan disesuaikan dengan keyakinan dan visi partai yang mengusungnya. Disitulah dilemma yang akan dihadapi Adang dan PKS. Apakah penciptaan lapangan kerja dihalalkan dengan membiarkan praktek judi dan membiarkan kehidupan malam dengan segala turunannya misalnya?
Wallahu'alam Bisshawab.