Hikmah atas kesempatan menjadi peserta dan moderator pada salah satu sessi Focus Group Meeting yang dilaksanakan bersama oleh UNODC-UNIDO dan IBL pada tanggal 28 Maret lalu adalah terangkatnya sejumlah kondisi, tepatnya kendala mutakhir yang dihadapi pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Koperasi dan rekan - rekan pendamping UKM di beberapa kota di Indonesia. Beberapa diantaranya memang bukan hal yang baru, sejak penulis menjadi Pengurus Koperasi Mahasiswa UNPAD tahun 1992 -1996, sulitnya akses untuk mendapatkan dana / pinjaman kepada bank ternyata setelah hampir 15 tahun,realitas ini masih saja terjadi dan tidak ada perubahan sama sekali. Saat ini, biaya transaksi menjadi tinggi karena prosedur kredit yang rumit sehingga menyita waktu sementara jumlah kredit yang dikucurkan kecil. Itu baru dari aspek finansial. Sementara itu permasalahan dari aspek organisasi, tidak kalah sedikit, beberapa yang mengemuka dan kuat untuk dikemukakan diantaranya adalah kurangnya pengetahuan atas perkembangan teknologi dan lemahnya quality control, kurangnya pengetahuan akan peluang pasar dan strategi pemasaran, sehingga acap produk yang dibuat oleh UKM sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan selera konsumen. Mohon maaf, tulisan ini tidak untuk memberikan sejumlah saran atau jalan keluar atas sejumlah permasalahan tersebut.
TANTANGAN KEDEPAN
Ditengah kesibukan untuk menemukan sejumlah cara keluar dari kesulitan dan permasalahan tersebut, dunia bisnis dan masyarakat internasional memberi tantangan baru berupa keharusan bagi UKM menerapkan kode etik dan praktek bisnis yang bersih dari praktek korupsi kolusi dan nepotisme. Sebagai pendukung mazhab positivisme, tentu saja penulis sangat setuju dengan tuntutan ini. Karena bukan kebetulan, jika saat ini pun penulis sedang menggarap sejumlah program yang terkait dengan business ethics. Mengapa saya mendukung? Karena data yang dipaparkan dalam forum, berdasarkan survei yang di lakukan Bank Dunia terhadap 713 pelaku bisnis di Indonesia atas Faktor Yang Menentukan Rendahnya Minat Untuk Berbisnis di Indonesia menunjukkan: - 48,2 % the uncertainty of Law/Regulation
- 41,5% Corruption
- 29,5% Tax Level
- 24,7% Law Enforcement
- 23% Financial
- 22,3% Infrastructure
- 18,9% Productivity and Skill of Employees
Artinya, korupsi menjadi perhatian kedua serius yang dianggap memberatkan pelaku usaha untuk berbisnis di Indonesia. Sehingga kesadaran bersama antara para pemangku kepentingan perlu dibangun dan diperlukan untuk mempercepat sembuhnya bangsa ini dari penyakit sekaligus kejahatan yang bernama korupsi ini.
UKM dianggap sebagai bagian dari bangsa yang perlu disehatkan, tentu saja merupakan pilihan sangat wajar dan memiliki legitimasi yang kuat. Data dari Kementrian Koperasi dan UKM, tahun 2004, di Indonesia terdapat 42.450.00 UKM sedangkan Usaha Besar ada 2000, yang lebih fantastis, UKM ini mampu menyerap 99,4% dari total angkatan kerja. Data ini pada akhirnya mengantarkan kepada realitas bahwa lebih dari separuh ekonomi Indonesia (59,3%) didukung oleh produksi dari UKM. Melihat angka angka ini, tentu saja kita harus serius untuk memulai agar para pelaku usaha disektor ini, memahami hal - hal yang terkait dengan kejahatan yang bernama korupsi.
Setelah mendengarkan pendapat, informasi masukan dari sejumlah peserta dan pemrasaran, sejumlah komitmen dan solusi yang dapat dikumpulkan dalam forum ini diantaranya adalah:
- Kesediaan KPK untuk melakukan sosialisasi atau memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada asosiasi pengusaha kecil dan menengah mengenai strategi menghindari praktek korupsi,
- Menciptakan sebuah kondisi yang kondusif bagi UKM untuk melakukan bisnis. Penghapusan sejumlah pungutan liar, kemudahan dalam proses perizinan dan akses kepada bank, menjadi kesepahaman yang memang dalam prakteknya masih sulit diterapkan. KPK menyampaikan telah ada sejumlah pemerintah daerah yang menerapkan manjemen satu atap, jadi mungkin dan tetap optimis bisa dilakukan ,
- Perlu dilakukan re orientasi atas sasaran atau obyek pengamatan dan advokasi rekan -rekan LSM yang bergerak dibidang pencegahan korupsi.Selama ini fokus kepada praktek praktek korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam sarana dan pembangunan fisik, kepada praktek prekatek korupsi yang terjadi disektor bisnis, khususnya skala UKM.
- Kementrian Koperasi dan UKM, melalui kewenangan yang dimilikinya diharapkan mampu menciptakan stimulus bagi pelaku UKM untuk berbisnis secara bersih. Dan sekaligus harus mampu memberi insentif bagi yang telah berhasil menerapkannya. Kemudahan untuk mendapatkan modal, menjadi 'primadona' yang dianggap paling pas oleh forum sebagai bentuk insentif tersebut.
Tentu saja banyak sekali ide dan gagasan cerdas yang mengemuka dalam forum ini, tetapi 4 (empat) hal diatas, menurut penulis menjadi prioritas yang harus dilakukan untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, yang dimulai dari skala yang kecil yaitu UKM. Mungkin, peribahasa yang berbunyi "kecil teranja anja besar terbawa - bawa", menjadi tepat untuk mengungkapkan pentingnya kita untuk memberikan perhatian kepada UKM dan Koperasi untuk menerapkan bisnis yang sesuai dengan TARIF yaitu (Transparant , Accountable, Responsible, Independent and Fairness).[DNF]