29 December, 2004

Derita ACEH dan Globalisasi

Mengikuti perkembangan setiap informasi yang berhubungan dengan gempa dan gelombang tsunami yang terjadi di Aceh, Thailand, Sri Lanka, hingga ke Maladewa*), kembali mempertegas eksistensi Allah SWT, Dzat yang Maha Berkehendak, Maha Kuasa untuk melakukan apa saja, memberi ujian pada belahan dunia yang satu dan menitipkan kesenangan bagi hambanya dibelahan dunia yang lain.

Yang menarik, kejadian gempa dan gelombang tsunami ini, malah mempertegas bagaimana fenomena dibelahan manapun di dunia ini saling berkaitan, saling bergantung. Ketika sejumlah lokasi di kawasan Malaysia, Indonesia dan Thailand mengalami musibah, dengan serta merta indeks harga saham industri pariwisata di kawasan Uni Eropa, terkoreksi, mengalami penurunan. Kawasan ini dikenal sebagai tempat berlibur orang kaya Eropa, sehingga terdapat Hotel, dan tempat wisata mahal yang pasti diasuransikan. Sehingga sejumlah perusahaan asuransi terkena kewajiban membayar klaim asuransi.

Sisi positifnya jelas ada, bantuan dan komitmen dunia internasional untuk memberikan bantuan mengalir dengan sangat deras. Negara kaya, lembaga-lembaga keuangan maupun lembaga pembangunan internasional, segera menyampaikan komitmennya untuk membantu. Tak kurang dari bantuan pangan, obat-obatan hingga peralatan untuk membangun infrastruktur telah disiapkan untuk diberikan kepada Negara yang mengalami musibah termasuk Indonesia. Semoga saja, mengglobalnya dunia, mempercepat terjadinya kemakmuran dan kesejahteraan bersama bagi penduduknya, bukan sebaliknya.

-------------------------------------------------
*) Kompas (29/12) : ..hingga Selasa kemarin telah tercatat 11 Negara yang terkena imbas bencana ini dengan jumlah korban tewas sedikitnya 55.000 orang. Rincian jumlah korban tersebut : Indonesia 27.174 orang, Sri Lanka 18.706 orang, India 9.400 orang, Thailand 2000 orang, Malaysia 65 orang, Maladewa 70 orang, Somalia 100 orang, Tanzania 10 orang. Seychelles 3 orang, Myanmar 90 orang, dan Bangladesh 2 orang.




27 December, 2004

UNION Camp : Menyegarkan Kebersamaan

Hidup dalam Keseimbangan, Life in Balance! Merupakan solusi dan tawaran menarik yang sering kali dianjurkan oleh sejumlah pakar kebugaran, ahli spiritual bahkan businessman kelas wahid kepada kita. Rutinitas kerja dan setumpuk target bisnis acap kali mengikis stamina dan kebugaran tubuh yang mempengaruhi kebugaran dan kualitas pikir seseorang. Sehingga perlu untuk keluar dari rutinitas dan lakukanlah aktivitas yang berbeda di alam terbuka, begitu kira – kira intisari dari para penganjur kebugaran tadi.

Menjadi pilihan menarik dan solusi tepat rasanya ketika Komisi Pendidikan dan Pelatihan SPBP menawarkan kegiatan Union Camp untuk mempertemukan sejumlah pengurus DPP dan DPW. Karena bisa jadi, Sis Astuti, yang mengomandani Komisi ini, berfikir akan membosankan kalau membicarakan hal – hal yang berhubungan dengan organisasi harus di kantor atau ruang meeting yang bersekat. Tak tanggung – tanggung, lokasi yang dipilihpun camping ground beneran, Pondok Halimun, kawasan super sejuk di bagian utara Sukabumi. Sebagai salah satu gerbang masuk ke Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) , kawasan ini memenuhi syarat untuk aktivitas camping , akses jalan umum, air bersih, MCK dan tersedianya Polisi Hutan di Pos Pemeriksaan. Lokasi perkemahan Union Camp berada di Teras 2, dua buah tenda pleton dipersiapkan untuk menampung peserta yang berasal dari DPP dan beberapa DPW seperti Lampung, Pontianak, Bogor, Medan dan tentu saja Jakarta.

Keterangan Ketua Umum, Sis Virna Medina, ketika memberikan sambutan pada sessi pertama, menyatakan bahwa kegiatan ini dilakukan untuk membangun ikatan silaturahmi antara pengurus, baik DPP maupun DPW. Sehingga masing – masing pihak dapat bertukar informasi dan perkembangan organisasi dalam situasi yang lebih cair dan informal. Disamping itu, diakui pula sempat terjadi lack of information antara DPP dan DPW pada caturwulan pertama kepemimpinan beliau. Hal ini disebabkan, karena adanya dugaan masih traumanya karyawan PermataBank karena proses merger yang panjang dan melelahkan yang berpengaruh kepada dinamika organisasi serikat pekerja. Selanjutnya, pada sesi tanya jawab atas materi mengenai Dasar – Dasar Serikat Pekerja, ditegaskan kembali positioning management PermataBank kepada SPBP, momentum penandatanganan Perjanjian Kerja Bersama, menjadi bukti kongkrit, bahwa eksistensi SPBP sebagai mitra management diakui keberadaannya. Hal ini tentu saja menggembirakan , sehingga diharapkan akan menumbuhkan semangat baru dari para Pengurus DPW yang mengikuti kegiatan ini untuk membangun dialog yang harmonis dan konstruktif dengan management di daerahnya masing – masing.

Sejumlah materi serius di gelar sejak hari Sabtu pagi hingga malam . Beberapa materi yang sempat diberikan kepada peserta diantaranya : Pengetahuan Dasar tentang SP, Urgensi PKB dan MAPP (Methode of Applied Participatory Planning), yang kebetulan penulis diminta untuk menjadi pemrasarannya. Menjelang acara Pementasan Seni dan Kreativitas, disediakan sesi yang sangat konstruktif dan produktif untuk membangun hubungan industrial yang harmonis, dimana ada dialog antara peserta dengan perwakilan dari Management yang dihadiri oleh Tim dari Industrial Relation Department, dibawah asuhan Bapak Zulfikar. Pada sessi ini, terjadi dialog yang cukup menarik karena seluruh peserta berkesempatan untuk bertanya dan mendapatkan jawaban langsung dari tangan pertama atas sejumlah permasalahan yang sedang dihadapi oleh PermataBank. Tak lupa, Bung Diri Buntara, Sekretaris Jendral memaparkan behind the story proses penyusunan PKB yang penuh dinamika dan kegigihan tim perunding untuk memperjuangkan aspirasi karyawan yang menjadi anggota Serikat Pekerja. Tentu saja, penjelasan dari Bung ini diselingi dengan humor yang menyegarkan.

Kreativitas, ya.. kreativitas yang menjadi catatan kemudian dari Union Camp kali ini. Bagaimana tidak? Karena meskipun jumlah peserta tak genap 50 orang yang dibagi dalam enam kelompok, namun dapat dikelola dengan sangat baik, dimana tiap kelompok mampu menampilkan kreativitas seni mulai dari lenong hingga dance. Tentu saja suasana menjadi All Night Long Party ! ditengah hembusan hawa dingin yang disertai dengan gerimis hujan. Kegiatan Pentas Seni dan Kreativitas ini disempurnakan dengan traktiran kambing guling dari kocek pribadi Bung Mukhlis, Bendahara SPBP, untuk menghormati tamu dari DPW yang hadir dalam kegiatan ini. Karyawan PermataBank memang bernilai ! Jago di hutan pakar di ruang kerja, sungguh menggembirakan dan menyegarkan dapat terlibat dalam kegiatan yang diadakan oleh SPBP kali ini.

Semoga, pelaksanaan Union Camp kali ini, mampu menularkan keyakinan kepada seluruh peserta betapa kondusifnya hubungan kerja antara DPP dengan Management PermataBank. Sehingga perlu ditumbuhkan kembali semangat dan keberanian untuk menggerakkan roda organisasi di DPW – DPW, sehingga semakin banyak karyawan PermataBank yang bergabung dengan SPBP, sebagai organisasi Serikat Pekerja yang semakin matang, professional namun tetap membangun kemandirian yang kokoh untuk bermitra dengan management membangun PermataBank.


(dipublikasikan kembali untuk mengenang Sister Astuti Asbudin yang sedang Studi di Kuala Lumpur)

24 December, 2004


Present a Privatization in Indonesia at The 3rd ALNI Regional Meeting, August 23-24, 2003 Posted by Hello

Discuss with WorldBank Indonesia, present of CLS on BUIP, Bali Posted by Hello

Speech as a Chairman of 3rd ALNI Regional Meeting, Bali August 2003 Posted by Hello

17 December, 2004

Iuran Ideologi bagi Serikat Pekerja

Istilah ini, pertama kali saya dengar ketika mengikuti Acara Bedah UUK 13/2003 dan UU PPHI yang akhirnya dikenal sebagai UU No.2/2004. Kegiatan yang diselenggarakan ASPEK Indonesia bersama dengan Serikat Pekerja Mandiri (SPM) di Bandung. Pencetus istilah ini, Sis Hemasari, yang menjadi komandan SPM ini, tentu saja memiliki alasan tersendiri mengapa sedalam itu dia melihatnya.

Dalam benak saya, pendekatan ideologis, bagi organisasi atau apapun, biasanya diikuti oleh sejumlah effort yang relatif militan, disiplin dan konsisten. Artinya, jika kita memaknai iuran sebagai ideologi bagi serikat pekerja, tentu akan kita lakukan dengan sepenuh hati, menjadi prioritas dan konsisten melakukannya. Ideologi bagi dunia gerakan apapun, selayaknya seperti darah bagi manusia.

Kenapa demikian? kekuatan serikat pekerja selain pada tataran rasa senasib sepenanggungan (solidaritas) ketika menghadapi masalah, juga pada kemandirian dari aspek financial. Bisa kita bayangkan jika SP tidak punya kemandirian dari masalah keuangan. Bagaimana SP dapat membiayai kegiatan – kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan? Darimana aktivitas kantor dalam mengorganisir dapat dilakukan. Yang lebih penting bagaimana menjaga eksistensi dan kemandirian serikat jika lemah dari segi financial ini ?

Disiplin Sebagai Solusi
Sebagai organisasi non profit, tentu saja kita harus arif dan bijaksana untuk mengukur. Arif dalam arti tidak pada tempatnya jika organisasi serikat pekerja dibandingkan dengan organisasi yang profit taking . Persoalannya kemudian, jika kondisi ini dibiarkan, akan mengantarkan kita semua kepada keterpurukan. Karena tidak mungkin organisasi ini akan terus bertahan dan berkembang jika tidak didukung dengan kekuatan dan kemandirian financial.

Berikut sejumlah tawaran solusi yang dapat disampaikan sebagai gagasan awal. Pertama perlu dilakukan cut of time terhadap piutang ASPEK di Afiliasi. Meminjam istilah perbankan dan keuangan, lakukan write off atas tunggakan yang masih terjadi sampai dengan waktu tertentu yang disepakati oleh Komite Eksekutif Nasional. Hal ini diharapkan memberi nafas kepada afiliasi yang telah menunggak hutang demikian besar. Kedua tegakkan aturan organisasi , mengenai hak dan kewajiban afiliasi untuk membayar iuran. Secara teknis, jadikan disiplin membayar iuran afiliasi sebagai indikator dalam memberikan layanan, kepesertaan anggota afiliasi dalam mengikuti sejumlah kegiatan training baik didalam maupun diluar negeri, serta aktifitas lain yang berhubungan dengan kegiatan serikat. Barangkali, perlu ditiru bagaimana Citibank N.V, memaintain dan berkomunikasi dengan nasabahnya, Citibank, tidak akan pernah bosan untuk mengirimkan surat kepada nasabahnya yang terlambat melakukan pembayaran dan atau terindikasi melebihi limit kredit, untuk segera membayar kelebihan pagu tersebut agar tetap dapat dilayani sebagai nasabah Citibank. Sehingga terhadap anggota afiliasi yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota, kenapa tidak untuk dilakukan evaluasi status keanggotaannya di ASPEK Indonesia. Ketiga, mulai serius menjajagi sumber –sumebr keuangan secara internal. Sehingga, seandainya ada dana yang relative besar dari iuran anggota bukan hal haram jika serikat memiliki “kerajaan bisnis” yang dapat dijadikan sumber pendapatan bagi organisasi. Tak perlu jauh kebenua lain, NTUC National Trade Union Congres Singapura, memiliki ratusan supermarket yang sangat kompetitif dengan nama NTUC, sebuah resor yang bagus di kawasan Pasir Ris dan armada Taxi yang baik. Kapan kita?

PenutupKembali kepada ideologi, kesadaran dan komitmen untuk berserikat, seharusnya dimulai dengan keseriusan untuk mendisiplinkan diri membayar iuran. Karena dari sinilah proses elect and control akan berkembang kepada proses demokratisasi serikat. Dimana anggota akan memiliki vote yang kuat untuk mengontrol kinerja para pengurusnya karena telah “membayar” kewajibannya, disisi yang lain ketersediaan dana yang memadai untuk menggerakkan roda organisasi, termasuk membayar gaji para full timer dan terpenuhinya hak –hak mereka, akan mampu menstimulir produk – produk layanan yang inovatif bagi anggota. Pada akhirnya, akan berkembang tidak hanya semata pada bentuk – bentuk pelatihan seperti yang selama ini kita rasakan dan alami bersama. Bukan hal yang tidak mungkin, serikat mampu menyediakan sarana counseling dan career development counsultancy bagi para anggotanya. Sehingga, berserikat menjadi gaya hidup. Berserikat dan menjadi pengurus serikat tidak lagi menjadi beban, itu semua sangat mungkin terwujud dengan satu langkah ringan, disiplin membayar iuran.

10 December, 2004

Belajar dari Bunda Marwah

Bunda Marwah yang saya maksud adalah Marwah Daud Ibrahim, pakar komunikasi lulusan The American University, yang saat ini sedang bertarung menuju kursi tertinggi di Partai Golkar. Sosok politisi perempuan yang memiliki pengaruh significant dalam percaturan politik di Indonesia karena sejumlah gebrakan dan keberaniannya mempertegas status Akbar Tanjung pada kasus dugaan korupsi dana Bulog beberapa waktu lalu.

Dalam kesempatan kali ini ingin sekali saya berbagi dengan Anda, tentang sejumlah “getaran-getaran rasa” yang saya alami ketika Kamis, 9 Desember 2004 berkesempatan menghadiri peluncuran buku “Bintang Dari Timur”, sebuah biografi politik yang ditulis oleh Mas Suradi, SS di salah satu hotel di Jakarta. Marwah, pertama kali saya kenal tahun 1990, ketika beliau baru saja kembali ke Indonesia, dalam FOSIPPA ( Forum Silaturahmi Pengasuh Pengajian Anak – Anak ) di Taman Mini Indonesia Indah. Saat dimana saya menjadi salah seorang pengasuh pengajian anak di Pelaksana Harian Keluarga Masjid (PHKM) UNISBA.

Suaranya yang baritone terasa merdu ketika menyampaikan optimisme barunya untuk membangun Indonesia kala itu. Yang menarik perhatian publik kemudian adalah keberaniannya menentukan arah hidup dengan rentang waktu yang jauh panjang kedepan. Ketua DPP Partai Golkar, Sekretaris Umum ICMI, calon Wakil Presiden RI , merupakan sebagian bukti pencapaian dirinya karena konsisten terhadap rencana hidup yang telah dibuatnya ketika masih kuliah di negeri Paman Sam sana.

Mengambil hikmah pada diri Marwah, rasanya, gerakan serikat pekerjapun harus mampu membuat road map hendak kemana perjuangan ini akan diarahkan? Harus ada yang berani memimpin untuk menentukan tujuan besar dari gerakan ini. Sehingga, semua pihak mensinergikan potensinya untuk mencapai cita – cita besar yang telah ditetapkan bersama. Fragementasi yang semakin mengecil, keikhlasan para pemimpinnya untuk melakukan penggabungan organisasi dan yang tak kalah penting visi organisasi lebih berorientasi kepada kepentingan buruh/pekerja yang sesungguhnya. Nampaknya dapat disebutkan sebagai target jangka pendek yang harus dicapai sebelum menjelma menjadi unifikasi serikat pekerja Indonesia yang solid, kuat dan mengakar. Sebuah serikat pekerja yang seratus persen mampu memberikan perlindungan maksimal kepada seluruh pekerja di Indonesia, disamping menjadi partner strategis pemerintah untuk membuat kebijakan – kebijakan ketenagakerjaan yang progressive bagi kepentingan investasi dengan tidak melupakan kepentingan pekerja/buruh disisi yang lainnya.

Intensitas komunikasi, membangun potensi organisasi dan menerima keunggulan organisasi lain, merupakan sikap mental yang perlu diasah terus menerus, sehingga terjadi transformasi visi dan rencana aksi yang semakin mengerucut. Pada gilirannya dapat mempercepat kesadaran kembali bahwa keunggulan dan kekuatan gerakan serikat pekerja merupakan perpaduan yang antara visi, orientasi dan aksi. Selanjutnya, keberanian untuk mengedepankan kepentingan bangsa secara bersama – sama, harus terus dibangun dengan pengusaha dan pemerintah. Sehingga akan terbangun sikap saling percaya secara proporsional bahwa masing – masing pihak memiliki tujuan yang sama untuk memajukan bangsa sementara peran yang dimainkan berbeda. Karena seperti Marwah bilang pada akhir pidato politiknya, bintang akan terasa keindahannya ketika dia bergerombol dengan gugusan bintang yang lain, bukan sendirian.

Lebih Efisien dengan Berunding

Hidup adalah kompromi !. Tak kurang dari urusan sepele menawar cabe hingga penyelesaian PHK ribuan karyawan „perlente“, di perusahaan dirgantara dan lembaga keuangan, melewati fase kompromi, berunding dan perundingan. Dalam konteks dunia kerja dan permasalahan hubungan industrial, kata ini, nampaknya belum dianggap sebagai prioritas utama untuk dilaksanakan oleh para pihak. Hal ini terbukti dengan masih tingginya angka dispute yang diperjuangkan melalui aksi demonstrasi dan pemogokan. Contoh mutakhir adalah proses penyelesaian PHK di PT Dirgantara Indonesia, Hotel Indonesia dan Inna Wisata Jakarta dan masih banyak fakta lain yang tidak terekspos media sesungguhnya. Untuk mencapai kesepakatan, banyak sekali biaya yang terpaksa harus dikeluarkan oleh kedua belah pihak. Mari kita kalkulasi, berapa puluh juta yang harus dikeluarkan oleh Pengurus FKSPPTDI dan karyawannya untuk menjalankan proses perjuangannya beberapa waktu lalu? Konvoi kendaraan sampai bermalam di Jakarta dengan peserta yang sebanyak itu? Begitu juga dengan manajemennya, belum lagi sejumlah social cost yang tidak ternilai harganya ? Sebagai pembanding, berdasar data tahun 2002, telah terjadi 220 kasus yang melibatkan 97,325 pekerja dan menyebabkan hilangnya 769,142 jam kerja sementara tahun 2003, terjadi 146 kasus pemogokan yang melibatkan 61,790 pekerja dan berakibat kepada hilangnya 579, 710 jam kerja (Depnakertrans, Ditjen Binawas, Data Tahun 2003 s.d. Nopember 2003).

Kenapa Berunding ?

Menurut kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (2002) berunding berarti berbicara; berembuk. Sementara kata merundingkan, bermakna 1 melakukan perhitungan secara cermat; memperkirakan. 2 menyampaikan pendapat kepada orang –orang untuk disetujui. Menilik kepada definisi ini, nampak ada persyaratan bahwa berunding atau perundingan harus dilakukan dengan cermat dan hasilnya berupa persetujuan. Landasan legal formal Hak Berunding telah diatur dalam Konvensi ILO No. 98/1948 yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI dan tercantum dalam UU No. 21/2000 tentang Serikat Buruh/Pekerja. Oleh karena itu, agar tercapai hasil yang menguntungkan, para pihak perlu mempersiapkan diri dengan sebaik – baiknya, jangan memudahkan masalah dan jangan terlalu menganggap rumit. Persiapan yang perlu dilakukan oleh pihak serikat pekerja diantaranya, data dan informasi yang sahih dan up to date yang mendukung dan menjadi alasan atau pertimbangan mengajukan sejumlah tuntutan. Sementara persiapan dari manajemen adalah keikhlasan secara profesional untuk menerima eksistensi dan menghargai kompetensi serikat pekerja yang mewakili anggotanya. Tanpa adanya keihklasan ini, akan sulit dicapai kondisi yang setara antara serikat pekerja dan manajemen dalam sebuah meja perundingan. Sangat mungkin, terobosan yang dibuat oleh Pengurus APINDO dibawah kepemimpinan Pak Sofyan Wanandi, berupa gagasan pembentukan FKKBN Forum Komunikasi Kerjasama Bipartit Nasional) yang diamini oleh sejumlah pengurus serikat pekerja di Indonesia ini , merupakan pertanda baik akan terakomodirnya kebutuhan dan solusi ini. Menariknya kalo dilihat dari penyelesaian kasus pemogokan yang terjadi, 2002, 156 kasus diselesaikan secara bipartit sementara 2003 dari 146 kasus, 108 buah diselesaikan secara bipartit. (Sumber : Depankertans, Ditjen Binawas) data ini sesungguhnya menegaskan dan memberi pelajaran bahwa apapun bentuk perjuangan yang dilakukan para pihak untuk mempertahankan kepentingannya masing-masing toh pada akhirnya, penyelesaian secara perundingan antara para pihak tetap merupakan solusi terbaik yang bisa ditempuh dan tidak terhindarkan.

Persepsi Positif

Yang menjadi kendala selama ini, pada sejumlah permasalahan hubungan industrial yang terjadi, masih terbangunnya persepsi yang tidak benar dari para pihak, antara serikat pekerja dan manajemen. Stigmatisasi bahwa manajemen tidak memikirkan pekerja dan hanya mengedepankan keuntungan vis a vis dengan serikat pekerja yang dianggap tidak memikirkan nasib perusahaan dan tidak memiliki kemampuan untuk memahami permasalahan yang dihadapi perusahaan. Stigmatisasi seperti ini sering kali menjadi kendala bagi terlaksananya proses perundingan yang setara. Masing – masing pihak, seakan menutup diri terhadap sejumah potensi terbaik yang bisa dilakukan jika perundingan bisa dilakukan dengan baik dan elegan. Tak bisa dipungkiri, ada kontribusi dari para pihak sehingga kesetaraan dan kualitas perundingan yang dilakukan antara pekerja dan manajemen belum optimal bahkan seringkali gagal. Berikut beberapa catatan penulis, pertama, underestimate manajemen terhadap kapabilitas pengurus serikat pekerja memahami permasalahan, berdampak kepada tumbuhnya sikap „management syndrome“, manajemen memiliki rasa percaya diri yang terlalu tinggi sehingga merasa tidak perlu melibatkan serikat pekerja karena menganggap dirinya mengetahui secara pasti seluruh aspirasi pekerja. Padahal, tidak sepenuhnya benar, dilapangan, terlepas dari prosentase tingkat kebenarannya, sudah pada tempatnya jika pengurus serikat pekerja melakukan upaya untuk meredusir ini, menjadi tantangan bagi pengurus serikat pekerja untuk meningkatkan kapabilitasnya, sehingga mampu meyakinkan dan membuktikan manajemen bahwa pengurus serikat pekerja adalah sparing partner bermutu yang layak untuk dijadikan mitra dialog pada sejumlah permasalahan yang terjadi di lapangan. Pengetahuan tentang kondisi makro ekonomi, ekonomi mikro perusahaan, kebijakan sektor industri perusahaan, teknik bernegosiasi merupakan pengetahuan dan kompetensi mutlak yang harus dimiliki oleh serikat pekerja. Kedua, endurance yang dimiliki oleh pekerja terkadang tidak cukup kuat mengimbangi buying time manajemen, hal ini berakibat kepada eskalasi strategi, dari berunding menjadi aksi demonstrasi bahkan sampai kepada mogok kerja. Disinilah permasalahan menjadi kompleks. Oleh karena itu, adalah menjadi bijaksana bagi manajemen untuk tidak menggunakan strategi buying time yang pada akhirnya akan merugikan pengusaha itu sendiri. Segeralah buka ruang dialog dan tunjukkan goodwill yang terang dan jelas, sehingga serikat pekerja dapat menangkap signal yang diberikan.



Lebih Efisien dengan Berunding

Sejatinya, jauh lebih efisien, jika setiap permasalahan hubungan industrial , yang berhubungan dengan hak maupun kepentingan jika diselesaikan dengan cara berunding. Mengapa ?

Pertama, karena hanya ada dua pihak yang berselisih dan sudah pasti memiliki irisan kepentingan yang tebal dan kuat. Karena kedua belah pihak berada pada lingkungan dan industri yang sama, sense of belonging yang lebih tinggi dan know how yang telah terbangun lama, setua usia perusahaan. Kedua, waktu yang lebih pendek. Karena perundingan yang dilakukan oleh dua pihak hanya mempertimbangkan kesediaan waktu dari dua pihak saja, relatif lebih terkontrol dan mudah. Kenapa juga harus dibuat lama jika bisa diselesaikan dengan cepat dan segera? Dalam kehidupan dengan tingkat kompetisi yang sangat ketat sekarang ini, bekerja dengan cepat dan tepat merupakan hal biasa bukan prestasi. Artinya, kalau kita terbiasa bekerja lambat, habislah sudah. Ketiga, biaya yang lebih murah. Karena tidak melibatkan pihak lain yang perlu dihargai profesionalitasnya. Dalam konteks ini, tidak bisa dimungkiri bahwa keberadaan pihak ketiga, terkadang justru memperlambat penyelesaian masalah. Pemahaman masalah perburuhan yang relatif spesifik, jenjang dan rentang birokrasi, menjadi dua alasan yang layak dipertimbangkan bahwa kehadiran atau keterlibatan pihak ketiga terkadang memiliki “harga” tersendiri. Dengan pemaparan demikian, jelas bahwa berunding jauh lebih menguntungkan kedua belah pihak, serikat pekerja maupun manajemen.

Hal lain yang juga harus ditumbuh kembangkan dari para pihak agar kondisi ideal ini bisa dicapai adalah keharusan untuk menumbuhkan mutual trust, mutual respect, dan mutual understandingl yang akhirnya, dipastikan akan menumbuhkan mutual benefit bagi kedua belah pihak. vPengusaha, pekerja dan pemerintah tidak ingin kondisi perburuhan di Indonesia terus diwarnai dengan aksi demonstrasi, tetapi serikat pekerja tetap harus ada untuk memperjuangkan kepentingan anggotanya.

Tidak ada kata terlambat, introspeksi diri dari kedua belah pihak tentu jauh lebih produktif jika dibandingkan dengan mencari kambing hitam permasalahan ini. Optimalisasi fungsi lembaga bipartit di tingkat perusahaan, keinginan dan goodwill kongkrit dari pekerja untuk meningkatkan kapabilitas dan kompetensi diri untuk meningkatkan kualitas perjuangan di meja perundingan, mungkin menjadi varian perjuangan serikat buruh atau serikat pekerja di era pasca kabinet gotong royong yang umurnya sebentar lagi ini.
Tidak ada yang tidak mungkin dan tidak ada yang mudah, demikian Napoleon Bonaparte berujar sekian abad lalu, ucapannya ini, layak untuk diresapi dan didengar ulang agar kita memiliki optimisme untuk mencari warna baru dalam memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja bersamaan dengan komitmen bersama untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik guna menyelamatkan saudara - saudara sebangsa yang masih belum berkesempatan bekerja atau kembali bekerja bagi yang terpaksa menganggur karena krisis ekonomi

09 December, 2004

Hati Serikat Pekerja Sebuah Ungkapan (menjelang ) Akhir Tahun

Fenomena mutakhir yang sedang in di negeri ini adalah hati. Tak kurang dari agamawan, pelaku usaha dan para politisi menawarkan solusi dan cara pandang baru terhadap masalah melalui mata hati. Saat ini, kita sangat akrab dengan terminologi Manajemen Qolbu ala Aa Gym, Gde Prama dengan Pengembaraan Batinnya dan Emotional Spiritual Quotientnya Ginandjar. Hal ini cukup menggembirakan karena pada akhirnya, kita sebagai manusia menemukan kesamaan, bahwa setiap kita memiliki hati. Hati yang diharapkan akan jernih melihat setiap pokok permasalahan. Ada situasi dan kondisi yang lebih baik dan untuk menerima perbedaan dan yang diiringi dengan keihklasan untuk mendengarkan.

Serikat Pekerja, menurut hemat penulis, masih menjadi kosa kata yang berkonotasi kepada hal – hal yang masih miring, sepatutnya dihindari bahkan menakutkan, bagi sebagian orang, terutama pekerja di tingkat menengah dan sejumlah besar pengusaha. Hal ini jelas tidak pada tempatnya lagi untuk dipertahankan. Perlu dilakukan pemaknaan ulang, yang harus dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan. Komunitas pekerja dan pengurus Serikat Pekerja, tentu harus memposisikan dirinya dengan kualitas negosiasi dan cara memandang permasalahan dengan argumentasi dan tawaran solusi yang semakin baik, sementara pihak yang selama ini mencibir, perlu menempatkan diri secara benar untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan jernih akan impian dan cita – cita yang ingin diraih komunitas ini.

Memanfaatkan fenomena yang sedang in tadi, dalam kesempatan ini, penulis ingin mengutarakan, apa yang sesungguhnya yang mendasari hati dan ide dasar aktivitas dan perjuangan serikat pekerja?

Keadilan dan Hak untuk Hidup Lebih baik, sebagai bagian dari komunitas bangsa, adalah wajar untuk memiliki kualitas hidup yang layak dan wajar. Tidak pada kondisi sebagai warga negara kelas dua apalagi menjadi „budak di era globalisasi“. Bentuk – bentuk dan kondisi kerja layak (decent work) merupakan batasan ideal yang harus dimiliki para pekerja atau buruh. Jangan sampai terjadi penindasan dan eksploitasi terhadap tenaga kerja sebagai bagian dari proses produksi semata. Jika demikian, apa bedanya dengan agamawan yang berkhotbah untuk hidup penuh amal jika dibandingkan dengan perjuangan pengurus serikat [ekerja untuk memperbaiki kondisi upah melalui UMP? Persoalannya kemudian kenapa agamawan tidak diintimidasi sementara pengurus serikat pekerja mendapat perlakukan yang diskriminatif? Penuh ancaman dan keterbatasan untuk meningkatkan karir?

Partisipasi Civil Society terhadap proses pembangunan, ketika peran negara demikian dominan, tentu harus diimbangi dengan peran lain yang mampu memberikan pemikiran alternatif sekaligus menempatkan posisinya sebagai pemantau atau pengamat. Sehingga, prestasi dan agenda pembangunan yang dilaksanakan benar – benar teruji memberikan manfaat bagi masyarakat. Dalam koteks pembangunan dunia kerja atau ketenagakerjaan, pemerintah diwakili oleh Depnakertrans, tentu saja memerlukan partner strategis. Disinilah peran pengurus serikat pekerja/serikat buruh muncul.

Media untuk meningkatkan kualitas SDM, tidak dapat dimungkiri bahwa rendahnya anggaran negara untuk pendidikan turut memberi kontribusi kepada rendahnya kualitas penduduk usia produktif di negara ini. Sehingga berpengaruh kepada rendahnya nilai jual dari angkatan kerja kita, ujung –ujungnya adalah rendahnya gaji yang dapat dinikmati oleh pekerja. Kemudian, berangkat dari rendahnya gaji atau pendapatan pekerja, akhirnya akan diikuti oleh sejumlah permasalahan turunan lainnya. Ketidakmampuan mengkonsumsi asupan dengan gizi tinggi, kesulitan untuk mendapatkan kualitas pendidikan dan seterusnya hingga secara sistematis akan melahirkan generasi baru yang rendah pula kualitasnya. Serikat Pekerja, mampu menghadirkan bentuk bentuk pelatihan dan pendidikan alternative bagi para anggotanya. Dalam skala nasional atau dalam tingkat asosiasi atau federasi, setidaknya bagi para pengurus SPnya masing –masing. Pengetahuan yang dikembangkan dalam serikat pekerja, sejauh ini mulai memasuki kawasan yang berhubungan dengan soft skill, kemampuan bernegosiasi, menciptakan suasana yang baik untuk berkomunikasi dan seterusnya. Disamping tentu saja pengetahun dasar tentang bagaimana melakukan pengorganisasian, pengetahuan tentang PKB dan ilmu-ilmu dasar lainnya bagi seorang pengurus dan anggota SP.

Semoga tiga pandangan tadi mampu membukakan hati kita masing – masing, bahwa berserikat merupakan keniscayaan yang memberi manfaat banyak bagi penguatan partisipasi publik kepada negara dan negara kecil berupa perusahaan dimana kita bekerja. Sehingga apresiasi terhadap para pengurus serikat pekerja atau pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja menjadi semakin baik. Impiannya, kita akan bangga menjadi anggota SP seperti bangganya kita menjadi member dari Fitness Center atau Club – Club Social lainnya. Karena berserikat seharusnya menjadi style of life bagi pekerja.

07 December, 2004

Sandwich dan Enterprenuership Keluarga Kami

Subhanallah!, ungkapan paling pas untuk diberikan kepada my lovely honey, istriku, pagi ini. Begitu semangatnya menggarap order sandwich untuk sarapan pagi dari sekolah tempat dia bekerja yang akan mengadakan study tour ke sejumlah tempat di Jakarta. Keberanian untuk memanfaatkan peluang merupakan bagian dari entreprenuership yang telah dimilikinya. Bukan kali ini saja dia mampu mengalahkan egonya sebagai pendidik yang bekerja disalah satu sekolah favorit di daerah Lebak Bulus, untuk membuktikan bahwa dirinyapun mampu menjadi pedagang sekaligus, sebagaimana dicontohkan oleh Muhammad Rasululloh SAW.

Kami pernah menjajal menjual snack yang kami masukkan ke salah satu supermarket menengah waktu kami tinggal di Cicalengka, kota kecil sebelah timur Bandung dulu. "Abaabiil", mengambil nama burung yang dikirm oleh Allah SWT, dari kisah penyerangan kota Mekah oleh tentara Abrahah, begitu kami beri namakan perusahaan kami. Cukup baik penerimaan market waktu itu. Kami ingat bagiaman bahagianya ketika hendak melakukan penagihan, ternyata barang yang kami titipkan ludes tak bersisa, Alhamdulillah.

Tentu saja, hal - hal diatas, mampu mengantarkan kami kepada keyakinan bahwa berdagang merupakan alternative sangat serius yang bisa dipilih untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena bagian dari sunnah yang telah diajarkan oleh Muhammad, junjungan alam. Semoga terlatihnya mental yang demikian, suatu saat akan meneguhkan piliha kepada kami, terutama istri saya. Untuk meningkatkan tingkat keseriusannya untuk menggeluti dunia usaha, yang mudah-mudahan dapat membantu pemerintah dalam memecahkan permasalahan lapangan kerja di negeri yang tidak lagai kaya akan sumberdaya alamnya ini.

Sebuah ungkapan kebahagiaan untuk istri tersayang, semoga makin banyak latihan - latihan yang akan datang, tidak hanya snack dan sandwich, ayam bakarnya pun yahud punya. Anda mau mencoba?

Sebatang Rokok, SMS dan Masa Depan ASPEK Indonesia

Peristiwa ini terjadi di salah satu koridor terminal bus dimana terdapat salah satu peruguruan tinggi terkenal di Indonesia , setelah menyelesaikan urusan di Kantor Pelayanan Pajak Depok. Sambil menanti kedatangan bus Jurusan Depok – Senen, saya nongkrong mendekati kerumuan para sopir dan pelaku bisnis di industri transportasi ini. Banyak yang mereka bicarakan, mulai dari habisnya uang setoran, main biliar hingga issue dan rumor tentang kawin laginya salah seorang rekan mereka. Lalu lalang orang mulai menampakkan kesibukan, ada banyak pelajaran disana. Sementara kehidupan terus berjalan dan mereka semaikn hangat ngobrol, salah seorang diantara sopir itu, memanggil pedagang rokok dan meminta sebatang rokok kesukaannya dan membayar dengan sekeping uang receh Rp.500. Saya yakin sekali, pada waktu yang sama, terjadi transaksi sejenis dengan yang dilakukan sopir tadi, membeli eceran sebatang rokok dan akan habis kurang dari setengah jam saja. Kenapa begitu? karena bagi dia dan sejumlah perokok lain, itulah adalah bagian dari style of life, gaya hidup sekaligus kebutuhan.

Pada bagian lain dari kehidupan yang kita jalani, tak jarang kita keasyikan memainkan jempol kita diatas tuts HP kita masing – masing. Entah berapa sms yang telah kita kirim sejak pertama kali punya HP sampai Anda membaca tulisan ini. Saya yakin, kita semua tak sanggup mendapatkan angka pasti mengenai hal itu. Berapa sech uang yang telah kita keluarkan untuk SMS? Anda yang tahu, yang jelas, setidaknya kita harus mengeluarkan 350 – 500 rupiah untuk satu atau dua buah sms yang kita kirim kepada orang lain. Mulai dari yang urusan kerja, saya hello kepada keluarga atau teman sampai sms ga penting pun rela kita sisihkan dari voucher yang kita punya. Kenapa begitu? Karena sms dan HP mungkin sudah menjadi bagian dari gaya hidup, style of life.


Sekarang, mari kita bayangkan dan bandingkan, sebagai pekerja yang menjadi anggota ASPEK Indonesia. Konstitusi, telah mengatur kita untuk membayar iuran anggota. Mau tahu besarnya berapa? hanya Rp 250 tiap bulan, Kalo dibandingkan dengan cerita pertama, berarti hanya setengah batang rokok. Gimana "ngerekennya"? Organisasi yang menjadi payung bagi kepentingan dan kebutuhan kita untuk melindungi diri kita, selaku pekerja, hanya minta dijajani sebesar 250 perak saja. Jauh sekali dari kalkulasi management living cost yang sehat dan benar. Begini, kita merasa perlu untuk menginvestasikan uang kita untuk membeli kunci tambahan dan pagar tralis untuk melindungi rumah dan harta kita, memasang kunci tambahan dan alarm untuk melindungi mobil, saat diparkir atau bahkan membeli polis asuransi untuk hal-hal yang tidak kita harapkan. Tetapi terhadap organisasi yang dapat melindungi pekerjaan kita? Kita merasa cukup untuk menyisihkannya dengan harga tak sampai setengah batang rokok. Sementara itu, banyak sekali tuntutan yang diharapkan anggota serikat pekerja, khususnya ASPEK Indonesia, terhadap kinerja dan prestasi organisasi ini. Ironisnya, dengan besar iuran yang ecek ecek itupun, masih banyak afiliasi yang tidak memenuhi kewajibannya. Edan tenan!


*) Ditulis ulang oleh Dedi Nurfalaq mengikuti petunjuk Allah SWT.

Change Management

Adalah dua kata   sakti yang selalu digulirkan bersamaan dengan   momentum momentum berikut : merger, akuisisi, perubahan Bord of ...